Pages

Minggu, 30 Desember 2012

Kesuksesan


Apa sukses itu? Seperti apa ukurannya? Bukankah kita semua yang hidup pasti menginginkannya? Bagaimana meraihnya?

Saat ini ketika mendengar kata sukses, mungkin bayangan di benak adalah harta yang cukup. Yak, cukup buat beli mobil, rumah megah, bahkan helikopter pribadi beserta helipadnya sekalian, hehehe. Seperti itukah sukses menurut bayangan kita? Atau, sukses ketika kita berada di puncak karir. Menjadi seorang bos, bergelar professor di bidangnya, menduduki tampuk kekuasaan dan yang sejenisnya. Itukah?

Belum tentu semua orang memiliki standar sukses yang sama. Kita bicara sukses, yang berarti sebuah pencapaian. Setiap orang memiliki target yang berbeda-beda yang ingin dicapai dalam hidupnya. Ada yang mencukupkan diri pada target seadanya dengan orientasi yang penting berbahagia. Ada yang memancangkan citanya setinggi-tingginya. Ada yang mencukupkan diri dengan harta. Ada yang menginginkan penghargaan, hingga kekuasaan. Ada yang menginginkan sebagian atau lebih dari yang disebutkan tadi, ditambah dengan niat membagikannya agar bernilai guna bagi insan yang lain.

Saat ini terdapat buku-buku psikologi populer yang membantu untuk sukses jika kriterianya seperti di atas. How to Win Friends and Influence People karya Dale Carnegie mengajarkan kita menghargai orang lain, sehingga dengan begitu orang lain akan balik menghargai kita bahkan menempatkan diri kita sebagai titik pusat yang diakui kepemimpinannya. Robert T Kiyosaki dalam Rich Dad Poor Dad memberitahukan cara mendisiplinkan diri dan menyikapi uang demi masa depan yang cerah. Kita diperkenalkan semboyan, “Janganlah kau bekerja untuk uang, Jadilah uang bekerja untukmu.”


Sebenarnya konsep-konsep di atas sudah pernah ada. Islam telah mewajibkan kita berakhlak yang baik. Juga memotivasi untuk tidak terjatuh dalam lembah kemiskinan. Secara tidak langsung dari perintah mengorbankan harta yang ganjaran pahalanya luar biasa. Orang-orang di atas hanya mengajarkannya kembali dengan cara pembahasan yang lebih menarik untuk saat ini, tatkala manusia (semoga kita tidak) enggan menilik lagi kitab sucinya yang mungkin telah berdebu di dalam lemari kaca dan mencukupkan diri pada seminar motivasi tanpa merenungi sabda Nabi. Dan Islam memerintahkan semuanya tadi dengan tujuan penghambaan manusia kepada Allah.

Sukses saya pikir tak jauh dari kata keberuntungan dan kemenangan. Bukankah untuk mencapai posisi terbaik kita memerlukan dua hal demikian? Kita boleh berusaha sedemikian keras, namun apa gunanya jika kita kalah, akibat keberuntungan yang tak berpihak pada kita?

Maka kuncinya adalah bagaimana kita mendapatkan keberuntungan dan kemenangan. Kita sudah memiliki panduannya, jadi tak perlu kita bingung bahkan sampai-sampai meminta panduan kepada ahli fengshui untuk menetapkan di mana lokasi kita mendirikan usaha biar strategis dan keberuntungan menghampiri. Atau percaya dengan ramalan semacam, ‘kamu gak cocok kerja di air’. Panduan kita adalah langsung dari Allah SWT, Pencipta yang jelas paling tahu apa yang terbaik bagi ciptaan-Nya.

Maka mari kita bersama-sama, duduk khidmat, membuka lembaran  firman-Nya sembari bertanya, ya Allah bagaimana biar bisa menang? Biar bisa beruntung? Tentu kita takkan bertanya bagaimana supaya bisa beruntung menang togel, karena itu sungguh tidak sopan. Dan sekarang kita akan menemui jawaban-Nya,

“Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal-amal yang saleh bagi mereka surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai; itulah keberuntungan yang besar.” (QS. al-Buuruj: 11)

“Sesungguhnya orang-orang yang bertaqwa mendapat kemenangan, (yaitu) kebun-kebun dan buah anggur..” (QS. an-Naba’: 31-32)

Maha Benar apa yang Allah firmankan. Keberuntungan dan kemenangan adalah surga-Nya, ketika kita dimasukkan ke dalamnya. Bagaimana caranya? Jelas dari ayat tadi, juga ayat-ayat serupa yang lain, caranya adalah dengan beriman dan beramal shalih, juga bertaqwa. Beriman adalah mempercayai apa yang menjadi rukun iman secara pasti, bulat, 100% tiada keraguan di dalamnya. Beramal shalih adalah mengerjakan segala perbuatan dengan niat ikhlas untuk Allah semata dan dengan cara yang benar seperti yang diajarkan rasuluLlah SAW. Bertaqwa sederhananya benar-benar serius untuk menjalankan seluruh perintah-Nya dan menjauhi semua larangan-Nya.

Dan di sini kita akan melihat, amal shalih apa yang menegaskan lagi bahwa itu akan membawa keberuntungan bagi pelakunya. Firman Allah SWT:

“Demi masa, sesungguhnya manusia itu dalam kerugian, kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh dan nasehat menasehati supaya mentaati kebenaran dan nasehat menasehati supaya menetapi kesabaran.” (QS al-‘Ashr: 1-3)

“Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma'ruf dan mencegah dari yang munkar; merekalah orang-orang yang beruntung.” (QS. Ali-Imran: 104)

Ya, amalan itu adalah menyuarakan kebenaran. Mengajak manusia untuk bersama melaksanakan kebaikan, mencegah dari perbuatan yang dimurkai Allah SWT.

Kita boleh saja ingin kaya, juga meraih pencapaian lainnya di dunia ini. Namun itu semua harus diraih dengan jalan yang halal tentunya. Serta dipergunakan untuk hal-hal semestinya. Seseorang yang ingin kaya raya, lalu mempergunakannya untuk hal-hal mulia seperti memberangkatkan haji orang tua serta keluarganya, berinfaq di jalan Allah untuk dakwah dan perjuangan kebangkitan Islam, mengasihi fakir miskin dan anak yatim, membangun lembaga semacam pesantren atau rumah sakit demi kemaslahatan umat, tentu saja tidak salah. Bukankah Rasul yang kita cintai berucap sebaik-baik manusia adalah manusia yang bermanfaat bagi manusia lainnya? Lagipula bahkan bisa menjadi persembahan terbaik kepada Allah SWT nantinya, tatkala Dia mengadili kita dengan cara penilaian yang seadil-adilnya.

Maka kita takkan lagi terpesona begitu saja oleh berbagai motivasi untuk menjadi kaya, yang didapat dari berbagai training motivasi atau buku psikologi populer, lalu berpikir, yang penting kaya, kaya dan kaya! Tanpa memikirkan apa yang harus kita lakukan, kewajiban begitu mendapat apa yang diinginkan. Kaya memiliki konsekuensi sebagaimana miskin memiliki konsekuensi. Miskin dikatakan berkorelasi dengan kekufuran. Kaya juga merupakan cobaan, yang bila kita tak benar menyikapinya akan membuat nasib kita berakhir seperti Qarun. Kekuasaan bagi Fir’aun adalah jalan untuk menjadi arogan mengaku tuhan.

“Adapun orang yang diberikan kepadanya kitabnya dari sebelah kirinya, maka dia berkata: "Wahai alangkah baiknya kiranya tidak diberikan kepadaku kitabku (ini). Dan aku tidak mengetahui apa hisab terhadap diriku. Wahai kiranya kematian itulah yang menyelesaikan segala sesuatu. Hartaku sekali-kali tidak memberi manfaat kepadaku. Telah hilang kekuasaanku daripadaku."...” (QS. al-Haqqah: 25-29).

Yang ingin saya sampaikan di penghujung tulisan ini adalah, manusia boleh saja menargetkan seperti apa sukses yang mau diraih di dunia. Tapi mutlak jangan melupakan satu hal, kesuksesan sejati di alam setelah ini. Menjadi kaya raya atau tidak, bukan jaminan kita selamat di titian shiraathal mustaqiim. Yang paling penting, bila kita ingin sukses secara hakiki dan abadi, yang itu artinya dimasukkan ke dalam surga-Nya kelak, satu kesempatan yang prospeknya paling cerah ada satu. Tak peduli sebanyak apa harta yang dimiliki, apapun jabatanmu, terpandang atau tidaknya engkau di mata manusia, kini bahkan hingga nanti, tetaplah, suarakan kebenaran!

“Kebenaran itu adalah dari Rabbmu, sebab itu jangan sekali-kali kamu termasuk orang-orang yang ragu.” (QS. al-Baqarah: 147)

“Serulah (manusia) kepada jalan Rabbmu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Rabbmu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk."  (QS. an-Nahl: 125)

0 komentar:

Posting Komentar

.