Pages

Senin, 20 Agustus 2012

Senyuman

Siang itu, selepas kuliah, entah apa yang sedang Bejo pikirkan dan rasakan, ia sudah lupa persis. Yang jelas seperti rutinitas sebelumnya ia memacu motor bebeknya yang canggih itu, melewati jalan Unlam memintas pulang menuju kontrakan.

Di tengah jalan, Bejo berpapasan dengan seorang senior di organisasi pergerakan kampus. Sebenarnya Bejo hampir tidak sempat mengenalinya, tapi sepintas Bejo melihatnya dan berupaya menyapanya. Dan dalam momen yang hanya beberapa detik itu, ketika mereka saling bertatapan, dengan reflex seperti halnya Iker Casillas memblok pinalti Sugeng Wahyudi (pemain Barito Putera-red), sodara Bejo tersebut mengembangkan sebuah senyuman.

Efek senyuman yang ikhlas mungkin seperti efek umpan balik positif sistem endokrin. Ketika Anda dengan ikhlas menyunggingkan senyuman kepada saudara anda, maka saudara anda akan tersugesti untuk harus membalasnya dengan tulus pula. Lalu kau yang melihat balasan yang indah dari saudaramu tersebut akan merasa semakin bahagia dan bermultiplikasilah semangat untuk menjalani hari itu.

Dan benarlah, sabda seseorang yang kita cintai lebih dari diri kita sendiri, bahwasanya jangan meremehkan sedikitpun tentang makruf meskipun hanya menjumpai kawan dengan berwajah ceria, atau tersenyum. Hadits riwayat Muslim.

Maaf, Sorry, Afwan

Kita tentu tahu Bilal bin Rabbah ra. Salah satu tokoh dalam sejarah Islam yang mengukirkan namanya dengan tinta emas, meski awal sejarah hidupnya adalah orang yang papah, tak dihargai, budak yang diperjualbeli dan mungkin tak dipandang sebelah mata. Lalu dengan Islam, nama Bilal bin Rabbah ra menjadi mulia, bahkan menjadi rujukan amal-amal shalih yang kita lakukan saat ini.

Kita juga ingat sosok Abu Dzar al Ghiffary ra, seorang manusia yang mencari kebenaran dengan seluruh hidupnya. Menebus kebenaran dengan nyawa. Membela kebenaran dengan seluruh keberanian jiwanya. Dua manusia mulia yang pernah dilahirkan oleh sejarah Islam, hasil dari tarbiyah Rasulullah saw.

Suatu ketika, keduanya pernah berselisih pendapat. Entah karena didorong rasa apa, Abu Dzar ra sampai mengucapkan kata-kata yang sangat menyinggung Bilal bin Rabbah ra. “Hai, anak orang hitam!” kata Abu Dzar ra pada Bilal bin Rabbah ra.

Sahabat Bilal sangat sedih, dan mengadukan hal ini pada Rasulullah saw, sang pemimpin yang adil dan penuh kasih sayang. Setelah mendengar pengaduan sahabatnya Bilal, Rasulullah memanggil dan mengajak Abu Dzar berbicara.

Singkat cerita, setelah obrolan bersama Rasulullah tersebut, Abu Dzar menyadari betul ada sifat dan perilaku jahiliyah yang masih tertinggal dan dilakukannya. Abu Dzar merasa, seharusnya tak terjadi hal yang demikian, apalagi pada sahabat sendiri yang telah dimuliakan oleh Islam dan memuliakan Islam.

.