Pages

Selasa, 14 Januari 2014

Kebanggaan

Saya terlalu bangga dengan Islam. Bukan cuma karena Islam memiliki banyak pahlawan yang mengagumkan, manusia-manusia dengan keteladanan begitu agung, dan peradaban-peradaban yang menyejarah. Tapi karena Islam memiliki jawaban-jawaban atas pertanyaan-pertanyaan mendasar nan penting. Jawaban yang memuaskan akal, menentramkan perasaan (an nabhani menambahkan, sesuai dengan fitrah manusia).

Dalam diskusi santai dengan beberapa orang yang saya anggap adik, kami menyimpulkan bahwa proses berpikir memainkan peranan penting agar seseorang dapat tercerahkan dengan Islam (tentu naif jika kami menafikan kemurahan Allah yang Maha Pemurah). Seorang di antara mereka ternyata mengalami pengembaraan pemikiran yang belum pernah saya lakukan, menurut saya jika itu benar maka cukup menakjubkan untuk seusianya.
 

Menyaksikkan berbagai fakta di sekitarnya, ia berpikir bahwa ada yang mulai tidak beres dengan dunia ini. Ia mencari jawaban, pertama kali ia lahap buku yang membahas nazi & pemikiran Hitler yang menurutnya menarik. Ada titik dimana ia tidak puas, maka ia kembali mengembara hingga sampai pada sosialisme, dan kemudian di penghujung sekolah menengah ia terperangah dengan konsep neoliberalisme. Saat ini ia mengakui, dalam pandangan saya ia mengakui dengan tulus bahwa jawaban dari Islam adalah yang paling menentramkannya.

Lain kisah, semoga benar apa yang disampaikan sahabat saya ini, mengenai perubahan seseorang yang pernah saya berinteraksi dengannya. Waktu itu di sebuah forum ia mengajak kami berpikir apakah agama bagian dari budaya atau tidak. Sosok yang saya hormati, yang sempat mengaku sering dijuluki neomarxist itu menghentikan suara saya saat berusaha menerangkan bukti bahwa Qur'an berasal dari Allah secara logis. 2-3 tahun berselang, bapak itu mengakui bahwa Islam adalah jawaban paling tepat atas segala permasalahan, jauh di atas berbagai ideologi maupun konsep lain. Beliau sering tersentuh akhir-akhir ini dalam merenungi ayat-ayat Qur'an, mencintainya, mengaku belajar mengaji & selalu membawa-bawa buku ajar tajwid.

Saya memang bukan seperti orang-orang hebat ini. Tapi saya tetap bersyukur menemukan Islam lebih dulu sebelum tamasya pikiran menyinggahi berbagai konsep bisa jadi akan membuat saya tercantol lebih dulu di dalamnya. Kebanggaan saya terhadap Islam, setelah mengenal berbagai konsep lain, bukannya berkurang namun semakin bertambah. Meski saya bukan kutu buku yang senang menggerogoti buku-buku induk sosialisme & kapitalisme, sehingga belum bisa dibilang saya memahami keduanya secara menyeluruh, tapi entah kenapa saya yakin, bilapun saya memahaminya, tetap saja kebanggaan ini takkan pudar.
 

Tapi tentu Islam bukan sekedar untuk dibangga-banggakan seperti halnya barang mewah yang jika dipamer-pamerkan membuat pemiliknya merasa hebat. Islam harus diterapkan, untuk diri sendiri, orang lain & masyarakat. Jika tidak kebanggaan hanyalah omong kosong. Saat ini, saya memang sangat bangga dengan Islam. Namun bagi sesiapa yang belum merasakan kebanggaan ini, janganlah menghakimi Islam dengan melihat banyaknya ketidaksempurnaan pada diri pemeluknya termasuk saya. Karena kebenaran suatu ajaran dilihat dari apa yang diajarkannya bukan dari siapa yang memeluknya.

0 komentar:

Posting Komentar

.