Pages

Minggu, 22 Juli 2012

Joker yang Lahir dari Rahim Demokrasi

Dunia beberapa hari ini dikejutkan seseorang yang dianggap memparodikan tokoh antagonis dalam cerita fiksi kepahlawanan. Ia tampil atraktif di atas panggung kriminalitas mengerikan alam nyata. Siapa yang tak tahu dengan Joker? Salah satu musuh utama pahlawan Gotham, Batman itu kali ini tak hanya beraksi dalam komik ataupun layar lebar. James Eagan Holmes, 24 tahun, menciptakan kecekaman luar biasa ketika melakukan pembantaian sadis di tengah pemutaran perdana film terbaru sang manusia kelelawar, di Kota Aurora, Colorado, Amerika Serikat.

Entah demi mencari sensasi atau apa, Holmes mengecat merah rambutnya ketika melakukan aksi penembakan sadis itu. Para penonton di bioskop yang sedang larut dalam pemutaran film berjudul Batman, The Dark Knight Rises, tak akan pernah menyangka hal ini. Holmes yang mengenakan topeng gas air mata, helm dan jaket hitam anti peluru melemparkan dua kaleng gas ke arah kursi penonton lantas membabibuta secara acak merentetkan tembakan ke arah penonton. 12 orang tewas dan 58 lainnya terluka, termasuk yang terluka adalah 3 orang warga negara Indonesia.

Di Amerika kegilaan semacam ini bukan yang terjadi kali pertama. Sebelumnya di 2007 seorang mahasiswa kesetanan mengeksekusi mati 32 nyawa juga dengan senjata api. Maka kita berpikir, tekanan macam apa yang membuat orang sedemikian gila hingga semudah itu manusia menghabisi nyawa orang lain? Dan dimana mereka mendapatkan sarana semacam senapan serbu AR-15, Remington atau pistol Glock kaliber 40?

Banyak hal di dunia yang bisa menyebabkan seseorang menjadi gila apalagi bila orang tersebut tak punya pegangan yang jelas dalam hidupnya. Tapi akan lebih gila bila kita menyediakan orang yang hilang akal sarana dan media untuk pembantaian. Masalah yang terjadi di AS terkait ini adalah begitu mudahnya akses untuk mendapatkan senjata api. Bayangkan saja, kebijakan di beberapa negara bagian di AS membuat toko senjata di sana tidak mewajibkan pembelinya mengisi formulir dan mengurus registrasi kepemilikan. Ada juga bank di Detroit yang menghadiahkan para nasabahnya yang baru membuka rekening dengan seperangkat senapan dan pelurunya. Tanpa meminta restu orang tua anak berusia 12 tahun pun konon sudah bisa membeli sepucuk pistol.

Michael Shure, seorang pegiat anti senjata di AS menuding pabrik senjata api banyak mengintervensi parlemen saat menyusun UU senjata api. “Tak bisa dipungkiri, Asosiasi Senjata Nasional (N-RA) bentukan pabrik senjata selalu melobi parlemen agar undang-undang mengakomodasi hak warga negara untuk melindungi diri,” ujarnya. Dalih hak warga melindungi diri yang diatur undang-undang itu memudahkan akses masyarakat mendapat senjata, dan di seluruh AS saat ini diperkirakan telah beredar 200 juta senapan dan pistol. Hasilnya? Data menunjukkan lebih 29 ribu warga tewas tiap tahun karena kekerasan senjata api, dan 2825 di antaranya adalah anak-anak.

Kita bisa melihat kacaunya regulasi di negeri sales demokrasi ini. Demokrasi yang katanya sistem dari rakyat oleh rakyat untuk rakyat tak sesuai dengan nyatanya. Rakyat yang mana? Ini seperti hukum rimba yang segala keputusan diserahkan sepenuhnya kepada warga rimba, namun tetap saja yang berkuasa adalah rakyat rimba yang kuat semacam singa. Segelintir rakyat yang memiliki modal banyak -para kapitalis- adalah singa di rimba demokrasi. Fakta tak dapat dipungkiri, mereka mampu mempengaruhi dewan legislatif  untuk menelurkan berbagai kebijakan yang menguntungkan mereka namun menciptakan kesengsaraan dan kekacauan di tengah masyarakat..

Demokrasi yang lahir dari semangat sekularisme banyak bertanggungjawab akan lahirnya banyak orang gila di muka bumi akibat dijauhkannya wahyu dari Allah dalam membimbing manusia menjalani hidup. Demokrasi sejatinya adalah hal utopis, namun dipaksakan dan menciptakan kebebasan berperilaku hampir tanpa batas yang mengerikan. Apa yang bisa kita lakukan adalah tak perlu menunggu sesosok pahlawan bertopeng kelelawar, berjubah lebar ataupun bercawat di luar untuk berusaha memberantas induk kejahatan yakni demokrasi ini.

0 komentar:

Posting Komentar

.