Pages

Sabtu, 30 Mei 2015

Katarak Senilis

Pendahuluan

Katarak senilis adalah penyakit gangguan penglihatan yang terkait dengan umur yang memiliki karakteristik penebalan progresif dan gradual lensa mata. Penyakit ini merupakan salah satu penyebab terbanyak kebutaan di dunia. Hal ini patut disayangkan karena morbiditas penglihatan yang diakibatkan katarak yang berkaitan dengan umur dapat reversibel. Oleh sebab itu, deteksi dini, observasi ketat, dan intervensi bedah harus dilakukan dalam manajemen katarak senilis.1

Usia adalah faktor risiko penting untuk katarak senilis. Seiring bertambahnya usia, peluang terjadinya katarak senilis semakin meningkat. Dalam Framingham Eye Study dari 1973-1975, jumlah total dan kasus baru katarak meningkat secara dramatis dari 23,0 kasus per 100.000 dan 3,5 kasus per 100.000, secara respektif, pada individu berusia 45-64 tahun hingga 49,2 kasus per 100.000 dan 40,8 kasus per 100.000 pada individu berusia 85 tahun dan lebih.1

Penelitian oleh Wilmer Eye Institute pada 2004 mencatat bahwa sekitar 20,5 juta (17,2%) orang Amerika berusia lebih dari 40 tahun memiliki katarak dan 6,1 juta (5,1%) berupa pseudofakia/afakia. Jumlah ini diperkirakan mengalami peningkatan hingga 30,1 juta kasus katarak dan 9,5 juta kasus dengan dengan pseudofakia/afakia pada 2020.2

Pada berbagai penelitian terbaru katarak diidentifikasi sebagai penyebab terbanyak gangguan penglihatan dan kebutaan, dengan statistik berkisar antara 33,3% (Denmark) hingga setinggi 82,6% (India). Data yang dipublikasikan memperhitungkan bahwa 1,2% dari seluruh populasi Afrika mengalami kebutaan, dengan katarak sebagai penyebab 36% kebutaan.3,4


Faktor Risiko

Berbagai faktor risiko yang menyebabkan terjadinya katarak senilis meliputi kondisi lingkungan, penyakit sistemik, diet, dan usia.5

Katarak terkait usia adalah penyakit multifaktorial dan perbedaan faktor risiko berkaitan dengan perbedaan tipe katarak. Katarak kortikal dan subkapsular posterior berhubungan erat dengan stress lingkungan seperti paparan ultraviolet (UV), diabetes, dan obat-obatan. Katarak nuklear sepertinya berkaitan dengan merokok. Alkohol telah dihubungkan dengan semua jenis katarak.6

Katarak kortikal dihubungkan dengan adanya diabetes lebih dari 5 tahun dan peningkatan kadar potassium dan sodium serum. Riwayat operasi dengan anestesi umum dan penggunaan obat sedatif dihubungkan dengan penurunan risiko katarak senilis kortikal. Katarak subkapsular posterior dikaitkan dengan penggunaan steroid dan diabetes, sedangkan katarak nuklear memiliki korelasi signifikan dengan kalsitonin dan asupan susu. Katarak campuran dihubungkan dengan riwayat operasi menggunakan anestesi umum.7

Pada sebuah penelitian berbasis populasi dari 3471 individu yang diikuti selama 4 tahun, ditemukan bahwa faktor risiko independen untuk insiden opasitas lensa nuklear meliputi usia tua, merokok, dan adanya diabetes. Faktor risiko untuk opasitas lensa kortikal meliputi usia tua dan diabetes. Gender wanita adalah faktor risiko untuk opasitas lensa subkapsular posterior. Adanya diabetes dan usia tua merupakan faktor risiko untuk opasitas lensa campuran.8

Katarak senilis dihubungkan dengan berbagai penyakit sistemik meliputi kolelitiasis, alergi, pneumonia, penyakit koroner dan insufisiensi jantung, hipotensi, hipertensi, retardasi mental, dan diabetes.5
Hipertensi sistemik ditemukan secara signifikan meningkatkan risiko katarak subkapsular posterior. Hipertrigliseridemia, hiperglikemia, dan obesitas ditemukan mempengaruhi pembentukan katarak subkapsular posterior di usia yang lebih muda.9

Patofisiologi10

Patofisiologi dibalik katarak senilis rumit dan belum sepenuhnya dipahami. Patogenesisnya melibatkan interaksi kompleks banyak faktor di antara proses fisiologis. Seiring bertambahnya usia, berat lensa dan ketebalannya meningkat sedangkan daya akomodatif lensa menurun. Lapisan-lapisan kortikal baru bertambah dalam pola konsentrik sehingga nukleus sentral tertekan dan mengeras dalam sebuah proses yang disebut sklerosis nuklear.

Berbagai mekanisme berkontribusi terhadap hilangnya transparansi lensa secara progresif. Epitel lensa dipercaya mengalami perubahan terkait usia, khususnya penurunan densitas sel epitel lensa dan diferensiasi menyimpang sel-sel serat lensa. Meskipun epitel lensa katarak mengalami kematian apoptotik dengan kecepatan rendah, yang tidak cenderung menjadi penyebab penurunan signifikan densitas sel, akumulasi kehilangan epitel skala kecil dapat berakibat berubahnya pembentukan serat lensa dan homeostasis, bahkan menyebabkan hilangnya transparensi lensa. Lebih jauh lagi, seiring bertambahnya umur lensa, penurunan kecepatan dimana air dan mungkin metabolit-metabolit dengan berat molekul rendah yang larut air dapat memasuki sel nukleus lensa melalui epitel dan korteks terjadi dengan penurunan kecepatan transport air, nutrisi, dan antioksidan.

Akibatnya, kerusakan oksidatif yang progresif terhadap lensa seiring umur terjadi, menyebabkan pembentukan katarak senilis. Berbagai penelitian menunjukkan peningkatan produk oksidasi (contoh glutation teroksidasi) dan penurunan vitamin-vitamin antioksidan dan enzim superoksida dismutase memainkan peran penting pada proses oksidatif dalam kataraktogenesis.

Mekanisme lain melibatkan konversi protein lensa sitoplasmik dengan berat molekul rendah terlarut menjadi kumpulan-kumpulan protein terlarut dengan berat molekul tinggi, fase tidak terlarut, dan matriks-matriks protein membran tak terlarut. Perubahan protein yang dihasilkan menyebabkan fluktuasi kasar indeks refraksi lensa, sinar yang berhambur, dan penurunan transparensi. Teori lain tengah diteliti termasuk peran nutrisi dalam pembentukan katarak, khususnya keterlibatan glukosa dan berbagai mineral serta vitamin.

Katarak senilis dapat diklasifikasikan menjadi 3 tipe utama: katarak nuklear, katarak kortikal, dan katarak subkapsular posterior. Katarak nuklear dihasilkan dari sklerosis nuklear yang berlebih dan penguningan, dengan akibatnya pembentukan opasitas lentikular sentral. Pada beberapa kasus, nukleus dapat menjadi sangat opak dan coklat, yang disebut katarak nuklear brunesen. Perubahan komposisi ionik korteks lensa dan perubahan akhir hidrasi serat lensa menghasilkan katarak kortikal. Pembentukan opasitas granular dan seperti plak pada korteks subkapsular posterior seringkali memperparah pembentukan katarak subkapsular posterior.

Gejala Klinis

Pasien dengan katarak senilis seringkali datang dengan riwayat perburukan dan gangguan penglihatan yang progresif dan gradual. Kelainan penglihatan bervariasi, tergantung pada tipe katarak yang terdapat pada pasien.

  1. Penurunan ketajaman penglihatan
        Keluhan ini adalah yang paling banyak terdapat pada pasien katarak senilis. Berbagai tipe katarak menghasilkan pengaruh yang berbeda pada ketajaman penglihatan.
        Sebagai contoh, derajat ringan katarak subkapsular posterior dapat menyebabkan reduksi berat ketajaman penglihatan dengan kemampuan melihat jarak dekat lebih terpengaruh dibandingkan penglihatan jarak jauh, sepertinya akibat dari miosis akomodatif. Akan tetapi, katarak sklerotik nuklear seringkali dihubungkan dengan penurunan penglihatan jarak jauh dan penglihatan jarak dekat yang baik.
        Katarak kortikal secara umum tidak relevan secara klinis hingga progresi lebih lanjut ketika jari-jari kortikal mempengaruhi aksis visual. Akan tetapi ada kasus dimana jari-jari kortikal soliter kadang menghasilkan keterlibatan signifikan aksis visual.

  1. Rasa silau
        Rasa silau adalah keluhan tersering lain yang dialami pasien katarak senilis. Keluhan ini meliputi segala spektrum dari sebuah penurunan sensitivitas kontras dalam lingkungan berlampu terang atau tidak adanya silau selama siang hari hingga silau dengan adanya lampu di malam hari.
        Gangguan penglihatan ini menonjol khususnya pada katarak subkapsular posterior dan, untuk derajat lebih ringan, dengan katarak kortikal. Keluhan ini jarang berhubungan dengan sklerosis nuklear. Kebanyakan pasien dapat menoleransi derajat kesilauan sedang tanpa kesulitan yang berarti, dan silau itu sendiri tidak membutuhkan tatalaksana pembedahan.

  1. Pergeseran miopik
        Progresi katarak dapat seringkali meningkatkan kekuatan diopterik lensa yang mengakibatkan myopia atau pergeseran miopik derajat ringan hingga sedang. Sebagai akibatnya, pasien presbiopi melaporkan perbaikan pada penglihatan jarak dekat dan kurang membutuhkan kacamata baca, yang disebut sebagai penglihatan kedua. Namun, kejadian ini hanya sementara, dan seiring memburuknya kualitas optik lensa, penglihatan kedua akhirnya menghilang.
        Secara khas, pergeseran miopik dan penglihatan kedua tidak tampak pada katarak kortikal dan subkapsular posterior. Lebih lanjut lagi, pembentukan asimetrik myopia yang diinduksi lensa dapat menghasilkan anisometropia simtomatik signifikan yang mungkin membutuhkan tatalaksana pembedahan.

  1. Diplopia monokular
        Perubahan nuklear yang terkonsentrasi dalam lapisan dalam lensa, menghasilkan area refraktil pada pusat lensa, yang seringkali dapat dilihat paling jelas dengan refleks cahaya merah menggunakan retinoskopi atau optalmoskopi langsung.
        Fenomena tersebut dapat menyebabkan diplopia monokular yang tidak terkoreksi dengan kacamata, prisma atau lensa kontak.

Pemeriksaan Fisik5

Pemeriksaan mata lengkap harus dilakukan diawali dengan tajam penglihatan untuk penglihatan jarak dekat maupun jauh. Ketika pasien mengeluhkan silau, tajam penglihatan harus diperiksa dalam ruangan dengan lampu terang. Sensitivitas kontras juga harus diperiksa, khususnya bila riwayat penyakit menunjuk pada sebuah masalah yang mungkin.

Pemeriksaan adneksa mata dan struktur intraokular dapat memberi petunjuk terhadap penyakit pasien dan prognosis visual akhir.

Pemeriksaan yang sangat penting adalah pemeriksaan lampu berayun untuk mendeteksi pupil Marcus Gunn atau defek pupil aferen relatif (RAPD) yang mengindikasikan lesi nervus optik atau keterlibatan makular yang difus. Pasien dengan RAPD dan katarak diperkirakan memiliki prognosis visual yang sangat tidak menjanjikan setelah ekstraksi katarak. Untuk melihat fungsi retina juga dapat dilakukan pemeriksaan proyeksi iluminasi.

Pasien dengan ptosis lama sejak kecil dapat memiliki ambliopia oklusi, yang dapat mengakibatkan penurunan ketajaman penglihatan lebih parah daripada katarak. Memeriksa masalah gerakan bola mata juga penting untuk menyingkirkan berbagai penyebab lain dari gangguan penglihatan.

Pemeriksaan dengan slit lamp harusnya tidak hanya untuk mengevaluasi  opasitas lensa namun struktur okular lain (seperti konjungtiva, kornea, iris, kamera okuli anterior). Ketebalan kornea dan kelainan opasitas kornea seperti guttata kornea, harus diperiksa dengan teliti. Penampakan lensa harus diperhatikan secara teliti sebelum dan setelah dilatasi pupil.

Makna penglihatan dari katarak nuklear percikan minyak dan katarak subkapsular posterior kecil dievaluasi paling baik dengan pupil ukuran normal untuk menentukan jika aksis visual tidak jelas. Namun sindrom eksfoliasi lebih baik diperiksa pada pupil yang dilatasi, menyingkap material ekspoliatif pada kapsul lensa anterior.

Setelah dilatasi, ukuran nukleus dan brunesensi sebagai indikator densitas katarak dapat ditentukan untuk menjadi acuan pembedahan fakoemulsifikasi. Posisi lensa dan integritas serat zonular juga harus diperiksa karena subluksasi lensa dapat mengindikasikan trauma mata sebelumnya, kelainan metabolik, atau katarak hipermatur.

Pentingnya optalmoskopi direk dan indirek dalam mengevaluasi integritas pole posterior harus digarisbawahi. Masalah nervus optik dan retina dapat berkontribusi dalam gangguan penglihatan yang dialami pasien. Lebih jauh lagi, prognosis setelah ekstraksi lensa dipengaruhi secara signifikan oleh deteksi posterior pole patologis preoperatif (seperti edema makular, degenerasi makular terkait usia).

Berikut merupakan hasil temuan pemeriksaan oftalmologi pada katarak senilis dengan berbagai stadium:10
Tabel stadium katarak senile

Insipien
Imatur
Matur
Hipermatur
Kekeruhan lensa
Ringan
Sebagian
Komplit
Masif
Cairan Lensa
Normal
Bertambah (air masuk)
Normal
Berkurang (air + masa lensa keluar)
Iris
Normal
Terdorong
Normal
Tremulans
Bilik Mata Depan
Normal
Dangkal
Normal
Dalam
Sudut Bilik Mata
Normal
Sempit
Normal
Terbuka
Shadow Test
Negatif
Positif
Negatif
Pseudopos
Visus
5/5
1/60
1/300
1/~
Penyulit
-
Glaukoma
-
Uveitis + glaucoma

Penatalaksanaan11

Ekstraksi lensa adalah terapi definitif untuk katarak senilis. Operasi ini dapat dilakukan melalui prosedur berikut:
  1. Ekstraksi katarak intrakapsular (ICCE), melibatkan ekstraksi seluruh lensa, termasuk kapsul posterior; banyaknya komplikasi postoperatif akibat prosedur ini mengakibatkan prosedur ini jarang dipakai meski dapat dilakukan dengan peralatan yang lebih sederhana. Insisi limbus yang lebih besar, seringkali 160-180 derajat, dikaitkan dengan lambatnya penyembuhan, rehabilitasi penglihatan yang lama, astigmatisma signifikan, inkarserasi iris, terbukanya luka postoperatif, dan inkarserasi vitreus. Edema kornea merupakan komplikasi intraoperatif dan postoperatif segera yang sering terjadi. Kontraindikasi absolut ICCE adalah katarak pada anak-anak dan dewasa muda dan kasus dengan ruptur kapsul traumatik. Kontraindikasi relatif meliputi myopia tinggi, sindrom Marfan, katarak morgagnian, dan adanya vitreus pada COA.
  2. Ekstraksi katarak ekstrakapsular (ECCE), melibatkan pelepasan nukleus lensa melalui pembukaan di kapsul anterior, dengan mempertahankan integritas kapsul posterior. Keuntungan ECCE diantaranya:
-          insisi yang lebih kecil, dan karenanya lebih sedikit trauma pada endotel kornea;
-          komplikasi jangka pendek dan panjang dari perlekatan vitreus terhadap kornea, iris, dan insisi diminimalisir atau dieliminir;
-          penempatan IOL secara anatomis lebih baik karena kapsul posterior yang utuh;
-          kapsul posterior yang intak juga menurunkan mobilitas iris dan vitreus yang terjadi dengan pergerakan sakadik, menyediakan perlindungan yang merestriksi perubahan beberapa molekul di antara aquos dan vitreus, dan menurunkan insidensi ablasi kornea, CME, dan edema kornea;
-          kapsul yang intak mencegah bakteri dan mikroorganisme lain yang secara tak sengaja memasuki ruang anterior selama operasi, mendapat akses ke rongga vitreus posterior dan menyebabkan endoftalmitis;
-          implantasi IOL sekunder, operasi filtrasi, transplantasi kornea, dan penyembuhan luka dapat dilakukan lebih mudah dengan derajat keamanan yang tinggi dengan utuhnya kapsul posterior.
  1. Fakoemulsifikasi, juga melibatkan ekstraksi lensa melalui pembukaan kapsul anterior; jarum ultrasonik digunakan untuk memecah nukleus katarak menjadi fragmen-fragmen; substrat lensa kemudian diaspirasi melalui tempat masuk jarum dengan suatu proses yang disebut fakoemulsifikasi. Prosedur ini membutuhkan mesin dan instrumentasi yang lebih canggih daripada ECCE standar yang melakukan pelepasan lensa secara manual.
Implantasi lensa intraokular (IOL) digunakan dalam kombinasinya dengan setiap teknik tersebut di atas, walaupun ECCE dan fakoemulsifikasi memberikan penempatan IOL yang lebih baik daripada ICCE.

DAFTAR PUSTAKA

1.       Ocampo jr VV, Foster CS, Allinson RW, Law KS, Rowsey JJ, Brown LL, et al. Senile cataract overview. Medscape [serial online] 2014 Feb [cited 29 May 2013]. Available from: URL: http://www.emedicine.medscape.com
2.       Congdon N, Vingerling JR, Klein BE, West S, Friedman DS, Kempen J, et al. Prevalence of cataract and pseudophakia/aphakia among adults in the United States. Arch Ophthalmol. 2004;122(4):487-94.
3.       Buch H, Vinding T, Nielsen NV. Prevalence and causes of visual impairment according to World Health Organization and United States criteria in an aged, urban Scandinavian population: the Copenhagen City Eye Study . Ophthalmology. 2001;108(12):2347-57.
4.       Murthy GV, Vashist P, John N, Pokharel G, Ellwein LB. Prevalence and causes of visual impairment and blindness in older adults in an area of India with a high cataract surgical rate. Ophthalmic Epidemiol. 2010;17(4):185-95.
5.       Ocampo jr VV, Foster CS, Allinson RW, Law KS, Rowsey JJ, Brown LL, et al. Senile cataract clinical presentation. Medscape [serial online] 2014 Feb [cited 29 May 2013]. Available from: URL: http://www.emedicine.medscape.com
6.       West SK, Valmadrid CT. Epidemiology of risk factors for age-related cataract. Surv Ophthalmol. 1995;39(4):323-34.
7.       Miglior S, Marigh PE, Musicco M, Balestreri C, Nicolosi A, Orzalesi N. Risk factors for cortical, nuclear, posterior subcapsular and mixed cataract: a case-control study. Ophthalmic Epidemiol. 1994;1(2):93-105.
8.       Richter GM, Choudhury F, Torres M, Azen SP, Varma R. Risk factors for incident cortical, nuclear, posterior subcapsular, and mixed lens opacities: the Los Angeles Latino eye study. Ophthalmology. 2012;119(10):2040-7.
9.       Johns KJ, Feder RS, Rosenfeld SI, et al. Lens and cataract. In: American Academy of Ophthalmology Basic and Clinical Science Course. Vol. 11. 1999-2000
10.   Ilyas, Sidarta. Ilmu Penyakit Mata. Edisi Ketiga. Jakarta: Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2005.

11.   Ocampo jr VV, Foster CS, Allinson RW, Law KS, Rowsey JJ, Brown LL, et al. Senile cataract treatment and management. Medscape [serial online] 2014 Feb [cited 29 May 2013]. Available from: URL: http://www.emedicine.medscape.com

0 komentar:

Posting Komentar

.