Pages

Sabtu, 20 Juni 2015

Mengenal MERS

Middle East respiratory syndrome (MERS) merupakan penyakit saluran pernafasan yang disebabkan oleh virus. Penyakit ini pertama kali dilaporkan pada tahun 2012 di Saudi Arabia. Baru-baru ini MERS telah mewabah di Korea Selatan. Bahkan di Thailand sudah dilaporkan adanya pasien yang tertular penyakit ini.

Etiologi dan Patogenesis
Virus penyebab MERS, yaitu MERS-CoV termasuk jenis coronavirus yang merupakan virus RNA terbesar. Asal mula virus ini masih belum diketahui. Penelitian awal mengindikasikan bahwa MERS-CoV mungkin berhubungan dengan virus yang ditemukan pada kelelawar, namun bukti terbaru menunjukkan virus ini paling besar kemungkinan berhubungan dengan unta. Pada tahun 2013, sebuah peternakan unta di Qatar dikaitkan dengan kasus infeksi MERS pada 2 orang manusia. Secara virologis, MERS-CoV ditemukan pada apusan hidung dari 3 ekor unta melalui pemeriksaan RT-PCR.

Mekanisme penularan spesifik dari hewan ke manusia masih tidak diketahui. MERS-CoV telah terbukti dapat ditularkan antar sesama manusia lewat kontak langsung dan kelompok yang berisiko tertular adalah orang yang melakukan kontak erat dengan penderita, seperti tenaga kesehatan yang merawat penderita MERS. Identifikasi dan isolasi awal penderita MERS adalah strategi untuk membatasi penyebaran virus.

MERS-CoV menyerang sel-sel makrofag yang merupakan sel paling penting dalam sistem imun. Makrofag berfungsi untuk mengeliminir patogen, membawa dan memperkenalkan antigen ke sel-T, dan memproduksi sitokin-sitokin dan kemokin untuk menjaga keseimbangan dan mengatur respon imun di jaringan tubuh manusia.

Infeksi virus MERS-CoV terhadap makrofag menyebabkan pelepasan sitokin-sitokin proinflamasi, yang kemudian berakibat terjadinya pneumonia (radang paru) berat dan kegagalan pernafasan. Sel-sel endotel pembuluh darah pada jaringan interstisial paru juga dapat terinfeksi oleh MERS-CoV. Karena reseptor virus DPP4 juga terdapat pada berbagai sel dan jaringan tubuh manusia, penyebaran infeksi ke organ lain dapat terjadi yang bisa berakibat fatal.

Menariknya, kebanyakan pasien yang terinfeksi MERS-CoV mengalami limfopenia (penurunan jumlah sel limfosit) seperti halnya pada pasien yang terinfeksi SARS. Hal ini diakibatkan sekuestrasi sel imun yang diinduksi sitokin dan pelepasan serta induksi monocyte chemotactic protein-1 (MCP-1) dan interferon gamma-inducible protein-10 (IP-10), yang menekan proliferasi sel-sel progenitor myeloid manusia.

Gejala dan Tanda
Masa inkubasi infeksi MERS rata-rata adalah 5 hari, namun juga terdapat kasus dengan periode 12 hari. Gejala awal penyakit ini mirip seperti flu, yakni demam, menggigil, pilek, lemas dan nyeri otot. Gejala saluran nafas seperti sesak, dapat muncul kemudian. Pada kasus yang lebih berat, pasien yang mengalami gagal nafas memerlukan ventilasi mekanik dan oksigenasi membran ekstrakorporal. Gejala saluran cerna seperti anoreksia, mual, diare dan nyeri perut juga telah dilaporkan. Beberapa pasien dengan penyakit yang lebih berat mengalami gagal ginjal akut yang memerlukan hemodialisis, limfopenia, trombositopenia, dan/atau kegagalan multiorgan dengan koagulopati.

Pada pemeriksaan fisik, dapat ditemukan ronkhi pada auskultasi paru meski hal ini tidak terdapat pada beberapa pasien. Cairan ingus biasanya jernih.

Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium untuk menegakkan diagnosis penyakit ini tidak tersedia di banyak tempat, seperti pemeriksaan real-time reverse-transcriptase polymerase chain reaction (rRT-PCR) khusus untuk MERS-CoV. Pemeriksaan serologi dapat dilakukan untuk mendeteksi antibodi IgM dan IgG.

Penatalaksanaan
Saat ini tidak ada vaksin untuk MERS, dan tidak ada terapi spesifik seperti antivirus untuk penyakit ini. Penatalaksanaan bersifat suportif, meliputi hidrasi, antipiretik, analgesic, bantuan pernafasan, dan antibiotik jika terdapat superinfeksi bakteri.

Kombinasi interferon alfa 2b plus ribavirin terbukti berefek terhadap virus secara in vitro, namun pasien di Arab Saudi yang mendapatkan antivirus tersebut tidak menunjukkan perbaikan yang berarti. Penelitian terbaru secara in vitro menunjukkan aktivitas asam mikofenolik melawan virus MERS sehingga mungkin dapat digunakan sebagai terapi tunggal.

Orang-orang yang mengunjungi negeri-negeri Arab (Arab Saudi, Uni Emirat Arab, Qatar, Oman, Yordania, Kuwait, Yaman, dan Lebanon) disarankan memeriksakan kesehatan jika mengalami gejala MERS (seperti demam, batuk, sesak nafas) setelah 14 hari sepulangnya dari sana. Individu yang melakukan kontak dengan seseorang yang bergejala MERS yang baru saja pulang dari perjalanan ke daerah Arab juga harus dievaluasi untuk infeksi MERS.

Prognosis
Penderita MERS mengalami penyakit saluran nafas akut yang berat, dan sebagian akan menderita disfungsi multiorgan. Angka kematian dilaporkan mencapai 30%. Di Saudi Arabia hingga 2014 dilaporkan terjadi 282 kematian dari 688 kasus.

Angka kematian yang tinggi diakibatkan lambatnya diagnosis dan kurangnya terapi yang efektif. Faktor-faktor yang memperberat seperti penyakit ginjal kronik stadium akhir yang menjalani hemodialisis, diabetes, dan penyakit kardiopulmonar kronis dapat meningkatkan angka kematian.

Referensi:
Salazar DM, Wallace MR. Middle East Respiratory Syndrome (MERS). Available from: URL: http://www.emedicine.medscape.com

0 komentar:

Posting Komentar

.