Pages

Jumat, 09 Januari 2015

Penatalaksanaan Toksoplasmosis pada Anak



Toksoplasmosis pada anak-anak dapat berupa akut atau kronik dan kongenital atau didapat setelah kelahiran. Toksoplasmosis mengacu pada infeksi simtomatik oleh Toxoplasma gondii, protozoa yang secara luas terdistribusi yang biasanya menyebabkan infeksi asimtomatik pada host yang sehat. 1
Berbeda dari toksoplasmosis pada individu imunokompromis, toksoplasmosis kongenital adalah manifestasi infeksi yang paling serius, akibat transmisi vertikal dari T gondii melalui transplasental dari ibu. Keparahan penyakit tergantung pada usia kehamilan saat transmisi. Gangguan optalmologik dan neurologik merupakan konsekuensi infeksi terpenting dan dapat muncul bahkan ketika infeksi kongenital asimtomatik.2
Fetus, neonatus, dan bayi muda dengan toksoplasmosis kongenital berisiko mendapat komplikasi terkait infeksi, khususnya penyakit retina yang dapat terjadi hingga masa dewasa. Host yang imunokompromis, khususnya yang memiliki defek pada imunitas selular seperti AIDS juga memiliki risiko tinggi untuk penyakit berat.2
Toksoplasmosis kongenital merupakan penyakit yang bisa dicegah. Skrining sebelum kehamilan diikuti dengan titer serial dan konseling yang baik pada wanita dengan titer awal negatif dapat meminimalisir kasus.3
Diperkirakan sekitar 1 milyar orang di seluruh dunia terinfeksi T gondii. Angka tertinggi terdapat di Eropa, Amerika Tengah, Brazil dan Afrika Tengah.2
Berikut akan dibahas lebih jauh mengenai tatalaksana toksoplasmosis pada anak. Selain itu sebelumnya juga akan dibahas mengenai epidemiologi, etiologi, penularan serta manifestasi klinik dari toksoplasmosis.
 

A.    Epidemiologi
Prevalensi toksoplasmosis kongenital berkisar dari 1 kasus per 1000 kelahiran hidup hingga 1 kasus per 10.000 kelahiran hidup, dan prevalensi ini secara tidak langsung diperkirakan dari tingkat kejadian infeksi primer selama kehamilan dengan mengalikan jumlah ibu yang menderita infeksi selama kehamilan dengan tingkat transmisi parasit terhadap janin. Berdasarkan data dari National Health and Nutrition Examination Survey pada 1989-1994, insidensi infeksi primer untuk wanita hamil dengan seronegatif adalah 0,27%. Hal ini mengindikasikan bahwa, dengan 4 juta kelahiran pertahun dan laju transmisi keseluruhan sebesar 33%, sekitar 3.500 anak yang terinfeksi lahir di Amerika Serikat setiap tahunnya.4 Angka ini sepertinya bervariasi di setiap wilayah.
Secara umum diasumsikan bahwa sekitar 25 sampai 30% dari populasi manusia di dunia terinfeksi oleh Toxoplasma. Sebenarnya, prevalensi ini bervariasi antarnegara (10-80%) dan sering dalam suatu negara tertentu atau antara komunitas yang berbeda di kawasan yang sama.5 Seroprevalensi rendah (10 sampai 30%) telah ditemukan di Amerika Utara, di Asia Tenggara, di Eropa Utara, dan di negara-negara Sahel Afrika. Prevalensi sedang (30 sampai 50%) telah ditemukan di negara-negara Eropa Tengah dan Selatan, dan prevalensi tinggi telah ditemukan di Amerika Latin dan negara-negara Afrika tropis.6

B.     Etiologi

Tiga Stadium Parasit

Terdapat tiga tahap infektif dari T. gondii : takizoit invasif yang membelah secara cepat, bradizoit yang membelah secara perlahan dalam kista jaringan, dan tahap lingkungan, sporozoit, yang dilindungi di dalam ookista. Tahap-tahap infektif tersebut merupakan sel yang berbentuk bulan sabit, dengan panjang sekitar 5 um dan lebar 2 um, dengan ujung apikal runcing dan ujung posterior bundar. Mereka dibatasi oleh membran yang kompleks, bernama pelikel, yang terkait erat dengan sitoskeleton yang terlibat dalam integritas struktural dan motilitas sel. Mereka memiliki inti, mitokondria, kompleks Golgi, ribosom, retikulum endoplasma, dan organel mirip plastid yang disebut apicoplast, hasil dari akuisisi yang mungkin dilakukan oleh parasit melalui endosimbiosis sekunder yang alga merah yang hidup bebas. Adapun anggota lain dari filum Apicomplexa, di bagian apikal mereka terdapat struktur sitoskeletal khusus (konoid, terlibat dalam invasi sel) dan berbagai organel sekretoris (rhoptries [ ROPs ], butiran padat, dan micronem).7
Takizoit adalah bentuk penyebaran (Gambar 1A). Mereka mampu menyerang hampir semua jenis sel vertebrata, di mana mereka berkembang biak dalam vakuola parasitophorous.6
Gambar 1. Bentuk berbagai stadium dari Toxoplasma gondii6

Bradizoit terbentuk dari perubahan takizoit ke dalam tahap pembelahan lambat dan membentuk kista jaringan (Gambar 1B). Kista ini berbentuk lebih atau kurang bulat dalam sel otak dan memanjang dalam sel otot. Kista ini bervariasi dalam ukuran, mulai 10 um untuk kista muda, yang hanya berisi dua bradizoit, hingga 100 um untuk bentuk yang lebih tua, yang berisi ratusan atau ribuan bradizoit padat. Dinding kista terdiri dari membran yang membatasi sejumlah invaginasi dan lapisan yang mendasari material granular elektron-padat.8 Bradizoit memiliki metabolisme laten, baik untuk beradaptasi dengan kelangsungan hidup jangka panjang. Kista tetap berada di intraseluler sepanjang masa hidup mereka. Kematian sel inang dapat memicu gangguan dinding kista dan selanjutnya melepaskan bradizoit. Resistensi bradizoit terhadap pepsin asam (mampu bertahan selama 1-2 jam dalam pepsin-HCl) memungkinkan transmisi mereka melalui ingesti.6
Sporozoit berlokasi dalam ookista matang. Ookista merupakan struktur berbentuk ovoid dengan diameter 12-13 um, yang setelah mengalami sporulasi mengandung dua sporokista, yang masing-masing mengandung empat sporozoit (Gambar 1 C dan D). Dinding ookista secara ekstrim terdiri dari struktur berlapis-lapis yang kuat, melindungi parasit dari kerusakan mekanik dan kimiawi. Ini menyebabkan parasit mampu bertahan untuk periode yang lama, lebih dari satu tahun, pada lingkungan yang basah.9
Siklus Hidup
T. gondii merupakan koksidium pembentuk kista dalam jaringan yang hidup dalam sistem mangsa-predator, hidup bergantian di antara inang definitif (reproduksi seksual) dan intermediat (replikasi aseksual). Spesies ini tergolong unik dibanding kelompoknya karena ia dapat ditularkan tidak hanya di antara inang intermediat dan definitif (siklus seksual) tapi juga antar inang intermediat melalui karnivorisme (siklus aseksual) atau bahkan antar inang definitif. Bagian dari siklus seksual dan aseksual dan dinamika transmisi pada lingkungan bervariasi tergantung dari karakteristik fisik dan tergantung pada struktur dari populasi kedua inang baik intermediat maupun definitif.10
Reproduksi seksual terjadi hanya pada kelompok kucing (kucing rumahan dan kucing liar). Setelah ingesti kista yang terdapat pada jaringan inang intermediat, dinding kista dihancurkan oleh enzim-enzim lambung. Bradizoit bersemayam di dalam enterosit, dimana mereka akan melakukan multiplikasi aseksual dengan jumlah terbatas, yang dicirikan dengan pembentukan merozoit di dalam skizon (Gambar 2). Langkah pertama ini diikuti oleh perkembangan seksual, dengan pembentukan gamet jantan dan betina (gametogoni). Setelah fertilisasi, ookista yang terbentuk di dalam enterosit dilepaskan akibat kerusakan sel dan diekskresikan sebagai bentuk yang tidak tersporulasi dalam feses kucing (Gambar 2). Proses sporogoni terjadi setelah beberapa hari berada di lingkungan eksternal. Hal tersebut mengimplikasikan reduksi meiotik dan perubahan morfologis menyebabkan pembentukan ookista tersporulasi dengan dua sporokista, yang masing-masingnya mengandung empat sporozoit haploid. Lepasnya ookista dimulai dari 3-7 hari setelah ingesti kista jaringan dan dapat berlanjut hingga lebih dari 20 hari. Kucing yang terinfeksi dapat melepaskan lebih dari 100 juta ookista dalam fesesnya.11 Ookista tersebut dapat menginfeksi secara luas inang intermediat, pada hakikatnya seluruh hewan berdarah panas, mulai dari mamalia hingga burung, ketika tertelan bersama makanan atau air. Ookista juga infektif untuk kucing meskipun kurang efisien.6
Di dalam tubuh inang intermediat, parasit hanya melakukan perkembangan aseksual. Setelah ookista tertelan, sporozoit dilepaskan. Sporozoid melakukan penetrasi ke epitel usus dan berdiferensiasi menjadi takizoit. Takizoit bereplikasi dengan cepat secara endodiogeni di dalam berbagai jenis sel dan menyebar ke seluruh tubuh organisme. Sebagai hasil dari konversi takizoit menjadi bradizoit, kista jaringan timbul pada hari ke 7 hingga 10 setelah infeksi dan dapat menetap seumur hidup pada kebanyakan inang, terutama pada otak atau jaringan otot.6
Pada penelanan kista jaringan oleh inang intermediat melalui daging mentah atau tidak matang, kista rupture ketika melewati saluran pencernaan, menyebabkan pelepasan bradizoit. Bradizoit akan menginfeksi epitel usus inang yang baru dan berdiferensiasi kembali menjadi stadium takizoid yang membelah dengan cepat dan menyebar ke seluruh tubuh (Gambar 2).
Gambar 2. Siklus hidup Toxoplasma gondii6
C.    Transmisi
Mayoritas dari penularan horizontal terhadap manusia disebabkan oleh tertelannya kista jaringan pada daging yang terinfeksi atau dengan tertelannya tanah, air atau makanan yang terkontaminasi dengan ookista tersporulasi yang berasal dari lingkungan atau dengan cara yang lebih jarang lagi yakni dari tinja kucing (Gambar 3). Antibodi serum terhadap protein sporozoit terdeteksi pada manusia dalam 6 hingga 8 bulan setelah infeksi awal ookista. Oleh karena itu, tes serologis dapat berguna untuk mendeteksi eksposur terhadap ookista di bulan-bulan awal setelah infeksi T. gondii dan dapat berguna untuk studi epidemiologis.6


Gambar 3. Berbagai sumber penularan T. gondii pada manusia6

D.    Manifestasi Klinik
Toksoplasmosis kongenital adalah konsekuensi dari infeksi janin transplasenta hematogen oleh T gondii selama infeksi primer pada wanita hamil. Infeksi primer pada wanita hamil sehat tanpa gejala terdapat pada 60% kasus. Gejala selama kehamilan seringkali ringan. Manifestasi paling umum adalah kelelahan, malaise, demam ringan, limfadenopati, dan mialgia. Infeksi toksoplasma yang laten dengan reaktivasi selama kehamilan dan dapat menyebabkan infeksi kongenital hanya terjadi pada wanita imunokompromis (paling sering pasien dengan AIDS).12
Trias klasik korioretinitis, hidrosefalus, dan kalsifikasi intrakranial tidak dapat digunakan sebagai kriteria diagnostik yang ketat untuk toksoplasmosis kongenital karena sejumlah besar kasus dapat luput dari diagnosis. Toksoplasmosis kongenital dapat terjadi dalam bentuk sebagai berikut: 12
·         Penyakit Neonatal
·         Penyakit yang terjadi pada bulan-bulan pertama kehidupan
·         Gejala sisa atau kekambuhan infeksi sebelumnya yang tidak terdiagnosis
·         Infeksi subklinis
Bila manifestasi klinis toksoplasmosis kongenital dijumpai pada neonatus, biasanya penyakit sangat parah. Aborsi spontan, kelahiran prematur, atau still birth dapat terjadi. Tanda-tanda infeksi umum, seperti berikut ini, biasanya muncul: 12
·         Pertumbuhan intra janin terhambat
·         Demam
·         Korioamnionitis (biasanya bilateral)
·         Kalsifikasi serebral
·         Cairan cerebrospinal abnormal (xantokrom dan pleositosis)
·         Muntah
·         Eosinofilia
·         Perdarahan abnormal
·         Ikterik
·         Hepatomegali
·         Splenomegali
·         Limfadenopati
·         Ruam
Tanda-tanda neurologis yang parah dan selalu muncul biasanya adalah sebagai berikut: 12
·         Mikrosefali atau makrosefali
·         Fontanela menonjol
·         Nistagmus
·         Tonus otot abnormal
·         Kejang
·         Keterlambatan akuisisi tonggak perkembangan
Sebagian besar kasus korioretinitis adalah akibat dari infeksi kongenital, meskipun pasien seringkali asimtomatik sampai di kemudian hari. Gejala termasuk penglihatan kabur, skotoma, nyeri, fotofobia, dan epifora. Gangguan penglihatan sentral terjadi saat makula terlibat, tetapi penglihatan dapat membaik ketika peradangan sembuh. Kekambuhan korioretinitis sering tetapi jarang disertai dengan tanda-tanda atau gejala sistemik. 12
Toksoplasmosis laten dapat tereaktivasi pada wanita dengan human immunodeficiency virus (HIV) dan mengakibatkan transmisi kongenital. Toksoplasmosis kongenital pada bayi dengan HIV muncul lebih cepat dari pada bayi tanpa HIV.12
Pada toksoplasmosis kongenital subakut, gejala mungkin tidak muncul pada pasien sampai beberapa waktu setelah lahir. 12
Limfadenopati adalah bentuk gejala paling sering dari toksoplasmosis akut pada individu imunokompeten. Pasien biasanya datang dengan limfadenopati yang tidak sakit, padat, yang terbatas pada 1 rantai nodus (paling sering di servikal). Kelompok kelenjar suboksipital, supraklavikula, aksila, dan inguinal juga dapat terlibat. 12
Manifestasi fisik lainnya termasuk demam ringan, kadang hepatosplenomegali, dan ruam. Pemeriksaan oftalmologi mengungkapkan beberapa bercak putih kekuningan, dengan margin tidak jelas berada dalam kelompok kecil di kutub posterior. 12
Secara khusus, retinitis fokal yang nekrosis yang muncul mungkin atrofi dan menjadi pigmen hitam atau mungkin terkait dengan panuveitis. Papillitis biasanya menunjukkan penyakit SSP. Flare up korioretinitis kongenital seringkali dikaitkan dengan lesi bekas luka di daerah dekat lesi baru. 12
Karena keterlibatan multifokal dari SSP, temuan klinis bervariasi secara luas. Hal tersebut termasuk perubahan status mental, kejang, kelemahan motorik, gangguan saraf kranial, kelainan sensorik, tanda-tanda serebelar, meningismus, gangguan gerak, dan manifestasi neuropsikiatri pada pasien dengan imunokompromis. 12

E.     Diagnosis
Evaluasi laboratorium toksoplasmosis kongenital di antaranya termasuk serologi, polymerase chain reaction (PCR), dan tes lain yang bisa mengkonfirmasi dan mengevaluasi tingkat infeksi, dan dapat membangun nilai-nilai dasar sebelum memulai pengobatan antimikroba. T gondii dapat ditemukan dari spesimen klinis, namun, ini membutuhkan waktu tambahan dan hanya tersedia di beberapa laboratorium rujukan.13
Adanya T gondii dalam darah, cairan tubuh, atau jaringan adalah bukti infeksi toksoplasmosis. Temuan atau demonstrasi histologis T gondii atau asam nukleat T gondii dari spesimen klinis, disertai dengan temuan klinis dan/atau serologi, dapat menegakkan diagnosis toksoplasmosis kongenital. Namun, metode ini digunakan lebih jarang daripada evaluasi serologis dan mungkin memerlukan spesimen jaringan.13
Isolasi dengan inokulasi pada tikus dari toksoplasma pada cairan ketuban atau jaringan plasenta atau janin merupakan pemeriksaan diagnostik infeksi kongenital. Transformasi limfosit sebagai respon terhadap antigen toksoplasma menunjukkan infeksi sebelumnya pada orang dewasa. Deteksi antigen Toxoplasma dalam darah atau cairan tubuh dengan cara enzyme-linked immunoassay (ELISA) atau PCR menunjukkan infeksi akut. Tes kulit yang menunjukkan hipersensitivitas lambat terhadap antigen toksoplasma mungkin berguna sebagai tes skrining.13
Tes laboratorium meliputi hitung sel darah lengkap dengan diferensial, tes fungsi hati, pungsi lumbal, kreatinin serum, urinalisis, kultur virus urin untuk cytomegalovirus, dan pengujian kuantitatif imunoglobulin serum.13
Tes pewarnaan Sabin-Feldman adalah tes netralisasi yang sensitif dan spesifik. Tes ini mengukur antibodi IgG dan merupakan tes acuan standar untuk toksoplasmosis, namun memerlukan T gondii hidup dan dengan demikian tidak tersedia di sebagian besar laboratorium. Titer tinggi menunjukkan penyakit akut.13
Tes indirect fluorescent antibody (IFA) mengukur antibodi yang sama dengan tes pewarnaan. Titer paralel dengan titer uji pewarnaan. Tes fluoresen antibodi IgM dapat digunakan untuk mendeteksi antibodi IgM dalam minggu pertama infeksi, namun titer turun dalam beberapa bulan. Uji lapis ganda IgM ELISA lebih sensitif dan spesifik dibandingkan tes deteksi IgM lainnya. Uji hemaglutinasi tidak langsung mengukur antibodi yang berbeda daripada uji pewarnaan. Titer cenderung lebih tinggi dan tetap tinggi lagi.13
Tes aviditas IgG mungkin dapat membedakan infeksi akut dari kronis lebih baik dibanding uji alternatif, seperti tes yang mengukur antibodi IgM. Seperti yang terjadi pada tes antibodi IgM, tes aviditas paling berguna ketika dilakukan di awal kehamilan, karena pola kronis yang terjadi pada akhir kehamilan tidak mengesampingkan kemungkinan bahwa infeksi akut mungkin terjadi selama bulan-bulan pertama kehamilan. Kenaikan IgG serum 2 kali lipat yang diperoleh pada interval 3 minggu merupakan diagnostik.13
ELISA IgA dan IgE harus ditentukan ketika titer IgM bayi negatif atau samar-samar. Penentuan IgA atau IgE spesifik Toxoplasma lebih sensitif (tapi tidak spesifik) daripada deteksi IgM untuk toksoplasmosis kongenital (sekitar 90% vs 75-80%).13
Lakukan amniosentesis pada usia kehamilan 20-24 minggu dalam kasus yang diduga penyakit kongenital. Melakukan pengujian PCR pada cairan tubuh, termasuk cairan serebrospinal (CSF), cairan ketuban, cairan lavage bronkoalveolar, dan darah, dapat berguna dalam menegakkan diagnosis.14 Kadar antibodi dalam aqueous humor atau CSF yang diperoleh melalui pungsi lumbal mungkin mencerminkan produksi antibodi lokal dan infeksi pada lokasi tersebut.13

F.     Tatalaksana
Untuk toksoplasmosis yang didapat pada pasien dengan toksoplasmosis okular dan inang yang imunokompeten rawat jalan dapat dilakukan. Pasien imunokompeten yang tidak hamil dan tidak memiliki kerusakan organ vital dapat diobservasi tanpa terapi.15
Rawat inap awal sesuai untuk pasien dengan toksoplasmosis SSP dan inang yang imunokompromis dengan penyakit akut. Biasanya, pengobatan tidak diperlukan untuk inang asimtomatik, kecuali untuk kelompok umur kurang dari 5 tahun. Pasien simtomatik harus dirawat sampai imunitas terjamin. Terapi supresif harus dilanjutkan untuk pasien positif HIV dengan infeksi aktif dan hitung CD4 + kurang dari 200. Pembatasan aktivitas pada pasien dengan toksoplasmosis tergantung pada tingkat keparahan penyakit dan sistem organ yang terlibat.15

Monitoring

Kunjungan tindak lanjut harus dilakukan setiap 2 minggu sampai pasien stabil, kemudian kunjungan dilakukan tiap bulan selama terapi. Lakukan pemeriksaan hitung darah lengkap (CBC) setiap minggu untuk satu bulan pertama, kemudian setiap 2 minggu. Lakukan tes fungsi ginjal dan hati setiap bulan.15
Obat-obatan terbaru yang direkomendasikan untuk infeksi T gondii bekerja terutama terhadap bentuk takizoit tapi tidak memberantas bentuk bradizoit. Mandat pengobatan yang efektif adalah pemberian kombinasi 2 agen yang efektif melawan patogen. Leucovorin (asam folinic) harus diberikan secara bersamaan untuk menghindari supresi sumsum tulang. Pirimetamin adalah agen yang paling efektif dan termasuk dalam kebanyakan rejimen obat. Kecuali muncul keadaan yang menghalangi untuk menggunakan lebih dari satu obat, obat kedua, seperti sulfadiazine, atovakuon, atau klindamisin, harus ditambahkan. Agen efektif lainnya termasuk sulfamerazine dan sulfamethazine, yang tidak tersedia di Amerika Serikat.16
Efikasi azithromycin, clarithromycin, atovakuon, dapson, dan kotrimoksazol (yaitu trimetoprim-sulfametoksazol) tidak jelas, karena itu obat-obatan tersebut harus digunakan hanya sebagai alternatif dalam kombinasi dengan pirimetamin. Kombinasi terapi yang paling efektif yang tersedia adalah pirimetamin ditambah sulfadiazine atau trisulfapyrimidine (yaitu kombinasi sulfamerazine, sulfamethazine, dan sulfapyrazine). Agen ini aktif terhadap takizoit dan bekerja secara sinergis bila digunakan dalam kombinasi.17
Anak-anak dengan insufisiensi ginjal atau mengalami defisiensi glukosa-6-fosfat dehidrogenase (G6PD) dan anak-anak yang menerima antikonvulsan atau ARV memerlukan perhatian khusus. Sulfadiazine diekskresikan di ginjal sehingga dosisnya mungkin memerlukan penyesuaian bagi anak dengan insufisiensi ginjal. Sulfadiazine tidak boleh diberikan kepada anak-anak dengan defisiensi G6PD karena dapat menyebabkan hemolisis. Obat ini harus diganti dengan agen lain seperti klindamisin. Pirimetamin dosis tinggi dapat menyebabkan anemia hemolitik pada individu dengan defisiensi G6PD sehingga pasien ini harus di bawah pengawasan ketat. Penyesuaian dosis mungkin diperlukan ketika sulfadiazine diberikan kepada anak yang mendapat pengobatan dengan fenitoin karena waktu paruhnya mungkin diperpanjang.17
Terapi tambahan dengan kortikosteroid (prednisone, 1 mg / kg / hari) harus dipertimbangkan pada pasien dengan peningkatan protein CSF yang nyata ( > 1 g / dL) dan korioretinitis yang membahayakan penglihatan. Kortikosteroid diberikan sampai peninggian protein CSF atau korioretinitis aktif sembuh. Kemanjuran terapi kortikosteroid belum ditemukan dalam studi terkontrol. Ketiadaan efek samping kortikosteroid belum tercatat dalam studi kohort. 17

Antimikroba Sulfonamid

Agen ini memiliki kerja bakteriostatik melalui antagonisme kompetitif dengan asam para-aminobenzoic (PABA). Mikroorganisme yang membutuhkan asam folat eksogen dan tidak mensintesis asam folat (asam pteroylglutamic) tidak rentan terhadap kerja sulfonamid. Strain resisten mampu menggunakan prekursor asam folat atau asam folat bentuk awal. Dalam serum, agen ini ada dalam 3 bentuk: bebas, terkonjugasi (yaitu, terasetilasi dan mungkin dalam bentuk lain), dan terikat protein. Bentuk bebas dianggap aktif secara terapeutik.17

Sulfadiazine

Obat ini merupakan agen bakteriostatik yang bekerja secara sinergis dengan pirimetamin untuk mengobati T. gondii. Diberi bersama dengan pirimetamin dan asam folat. Dosis untuk anak adalah 100-200 mg/kg/hari dibagi tiap 6 jam per oral selama 3-4 minggu. Untuk bayi kurang dari dua bulan dosisnya adalah 25 mg/kg/hari diberikan empat kali sehari. Profilaksis (pada pasien dengan HIV): 85-120 mg/kg/hari dibagi dalam dua dosis, tiga dosis atau empat dosis dikombinasikan dengan pirimetamin (1 mg/kg atau 15 mg/sq.meter setiap hari, dosis maksimum 25 mg) dan asam folat (5 mg setiap 3 hari). Untuk toksoplasmosis kongenital, dikombinasikan dengan pirimetamin dan asam folat dengan dosis 100 mg/kg/hari dibagi tiap 6 jam secara oral selama 12 bulan.17

Agen Antiprotozoal dan Antifungal

Dapson
Dapson, sebuah sulfon yang telah banyak digunakan dalam pengobatan kusta, telah diberikan dalam kombinasi dengan pirimetamin untuk profilaksis terhadap malaria. Dapson dengan trimetoprim digunakan sebagai alternatif trimetoprim-sulfametoksazol untuk pengobatan pneumonia Pneumocystis carinii ringan sampai sedang, dapson sendiri dapat digunakan untuk profilaksis. Dapson dan pirimetamin juga telah digunakan pada pasien dengan HIV dan jumlah sel T CD4+ rendah untuk mencegah ensefalitis T. gondii.17
Mekanisme aksi dapson mirip dengan sulfonamid, yakni bekerja secara antagonis kompetitif terhadap PABA, mencegah pembentukan asam folat, menghambat pertumbuhan bakteri. Dosisnya 1-2 mg/kg per oral setiap hari, tidak boleh melebihi 100 mg/hari dalam kombinasi dengan obat anti lepra lannya. 17

Pirimetamin

Pirimetamin merupakan antagonis asam folat yang secara selektif menghambat dihydrofolate reduktase. Obat ini sangat selektif terhadap Plasmodium dan T gondii. Pirimetamin memiliki efek sinergis bila digunakan secara kombinasi dengan sulfonamide untuk mengobati T gondii.17
Untuk pengobatan toksoplasmosis kongenital, dosis loading sebesar 2 mg/kg/hari dibagi tiap 12 jam per oral selama 2 hari. Dosis maintenance untuk usia 2-6 bulan pertama adalah 1 mg/kg per oral kemudian hingga usia 12 bulan dosisnya 1 mg/kg per oral 3 kali dalam seminggu.17
Untuk toksoplasmosis yang didapat, dosis loading sebesar 2 mg/kg/hari dibagi tiap 12 jam secara oral selama 3 hari. Dosis rumatan diberikan 1 mg/kg secara oral setiap hari selama 4 minggu. Untuk bayi berusia kurang dari dua bulan, keamanan dan efikasi obat ini belum jelas.17

Antibiotik Linkosamid

Agen-agen ini menghambat pertumbuhan bakteri, kemungkinan dengan menghambat disosiasi dari peptidyl transfer ribonucleic acid (tRNA) dari ribosom, menyebabkan sintesis protein yang tergantung RNA terhenti.17

Klindamisin

Klindamisin digunakan sebagai alternatif dari sulfonamid. Obat ini dapat bermanfaat ketika digunakan bersama dengan pirimetamin pada terapi jangka pendek toksoplasmosis SSP pada pasien AIDS.17

Antibiotik Makrolida

Azitromisin, yang termasuk ke dalam sub kelas azalide dari antibiotik makrolida, diberikan secara oral. Azitromisin adalah derivasi eritromisin, namun obat ini berbeda secara struktur kimia dengan eritromisin, yakni pada azitromisin metil-tersubstitusi atom nitrogen digabungkan ke dalam cincin lakton.17
Azitromisin bekerja dengan mengikat subunit 50S ribosom mikroorganisme yang sensitif, sehingga menghambat sintesis protein mikroba. Sintesis asam nukleat tidak terpengaruh oleh obat ini. Azitromisin terkonsentrasi dalam fagosit dan fibroblast, seperti yang ditunjukkan dalam teknik inkubasi in vitro. Studi in vivo menunjukkan bahwa konsentrasi dalam fagosit dapat menyebabkan distribusi obat ke jaringan yang meradang. Obat ini digunakan untuk mengobati infeksi mikroba ringan sampai sedang.17
Spiramisin adalah obat pilihan utama untuk toksoplasmosis pada maternal atau fetal. Obat ini digunakan sebagai terapi alternatif pada populasi pasien yang tidak dapat menoleransi penggunaan pirimetamin dan sulfadiazin.17
Asam folat suplemental diberikan untuk mencegak efek samping hematologis akibat supresi sumsum tulang. Leucovorin yang merupakan derivat dari asam folat, digunakan bersama dengan antagonis asam folat seperti sulfonamide dan pirimetamin.17

G.    Pencegahan
Pencegahan infeksi sangat penting bagi wanita yang sedang hamil dan untuk pasien dengan seronegatif dan imunokompromis.18 Hindari mengonsumsi daging mentah atau kurang matang, susu yang tidak dipasteurisasi, dan telur mentah. Cuci tangan setelah menyentuh daging mentah dan setelah berkebun atau kontak lainnya dengan tanah. Cuci buah dan sayuran. Hindari kontak dengan kotoran kucing. Disinfeksi sampah selama 5 menit dengan air yang hampir mendidih. Dalam upaya untuk mencegah toksoplasmosis kongenital, pemeriksaan serologi rutin pada wanita hamil harus dilakukan untuk mengidentifikasi janin beresiko terinfeksi. Pengobatan selama kehamilan menyebabkan reduksi 50% pada kejadian infeksi pada bayi. Jika memungkinkan, hindari transfusi produk darah dari donor yang seropositif untuk pasien yang seronegatif dan imunokompromis. Selain itu, penerima transplantasi yang seronegatif harus, jika mungkin, menerima organ dari donor yang seronegatif.19

H.    Prognosis

Pengobatan anti parasit pada individu imunokompromis yang memiliki penyakit sistem saraf pusat aktif dan manifestasi lainnya akibat infeksi toksoplasmosis aktif menghasilkan perbaikan dari tanda-tanda penyakit yang disebabkan oleh parasit ini (Gambar 4). Pirimetamin dan sulfadiazin adalah obat yang digunakan sebagai lini pertama pengobatan. Trimethoprim-sulfametoksazol juga telah digunakan. Obat lain atau kombinasi obat yang telah digunakan termasuk pirimetamin dalam rejimen tunggal dosis tinggi atau dalam kombinasi dengan klindamisin, klaritromisin, azitromisin atau atovakuon ketika terdapat hipersensitifitas terhadap sulfonamid.20
Gambar 4. A : perbaikan hidrosefalus dan pertumbuhan otak setelah pengobatan dan shunt pada anak dengan toksoplasmosis kongenital, B: perbaikan atau pengecilan ukuran kalsifikasi intraserebral selama pengobatan toksoplasmosis kongenital pada tahun pertama kehidupan. CT scan cranial diperoleh pada periode neonatal dan pada usia satu tahun. Setiap CT scan kranial direvier oleh studi neuroradiologis yang sama. Ukuran dan jumlah kalsifikasi dihitung. Tiga puluh dua (82 %) dari 39 anak mengalami pengurangan atau penyembuhan kalsifikasi dan tujuh anak (18 %) memiliki kalsifikasi yang tetap dengan ukuran yang sama (C) dan tampilan dari abses otak pada pasien dengan transplantasi jantung (D) dan pasien dengan ensefalitis toksoplasma yang menderita AIDS di era pra-HAART. Lesi menyembuh dan kondisi klinis membaik pada pasien yang ditunjukkan pada gambar C dan D setelah diobati dengan pirimetamin dan sulfadiazin, E: lesi retina aktif sebelum (kiri) dan dalam waktu satu bulan setelah memulai pengobatan (kanan).20

Pada individu dengan lesi aktif korioretina toksoplasmik, pengobatan dengan pirimetamin dan sulfadiazine telah menghasilkan perbaikan yang cepat dari aktivitas lesi ini. Pemberian antibodi intravitreal dengan faktor pertumbuhan angiogenik VEGF menghasilkan perbaikan membran neovaskular koroidal yang disebabkan oleh toksoplasmosis okular. Penekanan parasit oleh terapi pada pasien di Brasil dengan toksoplasmosis okular yang sering rekuren dengan trimethoprim dan sulfametoksazol menghasilkan kekambuhan penyakit mata yang lebih sedikit tapi juga ditemukan hipersensitivitas terhadap sulfonamid.20
Akibat dari infeksi kongenital yang tidak diobati telah diidentifikasi dengan baik. Manifestasi awal saat lahir sangat dipengaruhi oleh masa kehamilan dimana infeksi didapatkan dan ini juga melibatkan faktor genetik inang. Manifestasi klinis juga dapat dipengaruhi oleh genetika parasit, meskipun parasit tipe 2, non 2, dan atipikal semuanya dapat menyebabkan penyakit kongenital baik ringan maupun berat. Akibat merugikan dari infeksi yang tidak diobati atau diterapi hanya selama satu bulan postnatal, baik saat lahir maupun kemudian, telah dikonfirmasi dalam sejumlah studi, seri kasus dan laporan kasus.20
Misalnya, Saxon et al. (1973) melakukan penelitian single blind yang mengevaluasi delapan anak dengan infeksi subklinis dan delapan subyek kontrol yang cocok. Infeksi subklinis ditandai dengan perubahan tingkat protein dan jumlah sel dalam cairan serebrospinal dan didukung jika tingkat antibodi spesifik T. gondii tetap sama atau meningkat dari lahir sampai tahun pertama kehidupan. Pasangan anak dicocokkan berdasarkan usia kronologis, jenis kelamin, ras, berat lahir, usia ibu, usia kehamilan, tingkat sosial ekonomi dan, untuk lima dari delapan pasang anak, status perkawinan ibu pada saat kelahiran anak. Dalam studi ini, Saxon et al. (1973) menemukan bahwa rata-rata intelligence quotient (IQ) anak-anak yang terinfeksi tapi tidak diobati secara signifikan lebih rendah (p = 0,016) dibandingkan dengan IQ rata-rata yang cocok, subyek kontrol yang tidak terinfeksi. Dari penelitian ini, karena anak-anak yang terlibat mengalami gangguan kognitif yang tidak parah, para peneliti menyimpulkan bahwa infeksi subklinis toksoplasmosis kongenital menyebabkan beberapa "gangguan intelektual".20
Dalam setiap seri, bahkan meski anak-anak yang memiliki keterlibatan subklinis yang tidak diobati atau dirawat selama satu bulan, > 82% memiliki penyakit retina pada saat mereka remaja. Anak-anak yang memiliki tanda-tanda umum atau neurologis saat lahir, jika tidak diobati atau dirawat hanya satu bulan, pada usia empat tahun memiliki kesempatan > 85% untuk mengalami keterbelakangan mental, 81% mengalami kejang, 70% mengalami kesulitan motorik, 60% kehilangan penglihatan berat, 33% menderita hidro atau mikrosefali, 14% memiliki gangguan pendengaran dan hanya 11% yang normal. Mayoritas anak-anak yang didiagnosis ketika bayi di Amerika Utara memiliki manifestasi umum atau berat saat lahir yang mengacu pada diagnosis mereka. Penyakit retina rekuren tampaknya terjadi secara umum.20
Terdapat sebuah penelitian tentang pengobatan bayi, meliputi percobaan klinis fase 1 dan uji coba terkontrol secara acak mengenai pemberian dosis pirimetamin yang lebih tinggi atau lebih rendah yang dikombinasikan dengan sulfadiazin untuk bayi yang dirawat sepanjang tahun pertama kehidupan. Penelitian ini menunjukkan bahwa hasil pengobatan relatif lebih baik dibandingkan dengan pasien yang tidak diobati dan penyakit aktif menjadi tidak aktif dengan pengobatan. Tidak ada perbedaan yang signifikan sampai saat ini antara dosis regimen tinggi dan rendah baik dari segi toksisitas maupun hasil awal yang ditentukan sebagai titik akhir yang ditetapkan sebelumnya. 20

PENUTUP

Toksoplasmosis adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi Toxoplasma gondii, sebuah parasit intraselular obligat. T. gondii hidup di dalam inang definitif yakni spesies kucing dan inang intermedia yakni manusia dan hewan-hewan karnivora serta hewan berdarah panas lainnya. Infeksi T gondii tersebar luas di berbagai dunia. Transmisi parasit ini didapatkan baik secara vertikal yaitu dari ibu yang terinfeksi ke janin yang dikandungnya melalui plasenta, maupun dengan ingesti bahan-bahan yang terkontaminasi T. gondii seperti daging (mentah atau setengah matang), bahan makanan lain maupun air. Toksoplasmosis pada anak-anak dapat berupa infeksi kongenital maupun didapat. Skrining dan pencegahan pada ibu hamil penting untuk mencegah terjadinya toksoplasmosis kongenital yang berakibat buruk pada janin bahkan berakibat keguguran. Manifestasi toksoplasmosis kongenital yang tersering adalah manifestasi pada SSP (kalsifikasi intrakranial dan hidrosefalus) dan pada mata (korioretinitis), selain itu juga bisa didapatkan manifestasi non spesifik lainnya. Pengobatan lini pertama menggunakan antimikroba sulfadiazine yang dikombinasi dengan pirimetamin. Hasil pengobatan yang adekuat menunjukkan perbaikan klinis yang berarti dari berbagai penelitian yang telah dilakukan.


0 komentar:

Posting Komentar

.