Saya
terlalu bangga dengan Islam. Bukan cuma karena Islam memiliki banyak
pahlawan yang mengagumkan, manusia-manusia dengan keteladanan begitu agung, dan
peradaban-peradaban yang menyejarah. Tapi karena Islam memiliki jawaban-jawaban atas
pertanyaan-pertanyaan mendasar nan penting. Jawaban yang memuaskan akal,
menentramkan perasaan (an nabhani menambahkan, sesuai dengan fitrah
manusia).
Dalam diskusi santai dengan beberapa orang yang saya anggap adik,
kami menyimpulkan bahwa proses berpikir memainkan peranan penting agar
seseorang dapat tercerahkan dengan Islam (tentu naif jika kami menafikan
kemurahan Allah yang Maha Pemurah). Seorang di antara mereka ternyata
mengalami pengembaraan pemikiran yang belum pernah saya lakukan, menurut saya
jika itu benar maka cukup menakjubkan untuk seusianya.
Menyaksikkan berbagai fakta di sekitarnya, ia
berpikir bahwa ada yang mulai tidak beres dengan dunia ini. Ia mencari jawaban,
pertama kali ia lahap buku yang membahas nazi & pemikiran Hitler yang
menurutnya menarik. Ada titik dimana ia tidak puas, maka ia kembali mengembara hingga sampai pada
sosialisme, dan kemudian di penghujung sekolah menengah ia terperangah dengan
konsep neoliberalisme. Saat ini ia mengakui, dalam pandangan saya ia mengakui dengan tulus bahwa jawaban dari Islam adalah yang paling
menentramkannya.
Lain kisah, semoga benar apa yang disampaikan
sahabat saya ini, mengenai perubahan seseorang yang pernah saya berinteraksi
dengannya. Waktu itu di sebuah forum ia mengajak kami berpikir apakah agama
bagian dari budaya atau tidak. Sosok yang saya hormati, yang sempat mengaku
sering dijuluki neomarxist itu menghentikan suara saya saat berusaha
menerangkan bukti bahwa Qur'an berasal dari Allah secara logis. 2-3
tahun berselang, bapak itu mengakui bahwa Islam adalah jawaban paling
tepat atas segala permasalahan, jauh di atas berbagai ideologi maupun
konsep lain. Beliau sering tersentuh akhir-akhir ini dalam merenungi ayat-ayat
Qur'an, mencintainya, mengaku belajar mengaji & selalu membawa-bawa buku ajar
tajwid.
Saya memang bukan seperti orang-orang hebat ini. Tapi saya tetap bersyukur
menemukan Islam lebih dulu sebelum tamasya pikiran menyinggahi berbagai
konsep bisa jadi akan membuat saya tercantol lebih dulu di dalamnya. Kebanggaan saya
terhadap Islam, setelah mengenal berbagai konsep lain, bukannya
berkurang namun semakin bertambah. Meski saya bukan kutu buku yang senang
menggerogoti buku-buku induk sosialisme & kapitalisme, sehingga belum
bisa dibilang saya memahami keduanya secara menyeluruh, tapi entah kenapa saya
yakin, bilapun saya memahaminya, tetap saja kebanggaan ini takkan pudar.
Tapi tentu Islam bukan sekedar untuk dibangga-banggakan seperti halnya barang mewah yang jika dipamer-pamerkan membuat pemiliknya merasa hebat.
Islam harus diterapkan, untuk diri sendiri, orang lain & masyarakat. Jika tidak kebanggaan hanyalah omong kosong. Saat ini, saya memang sangat bangga dengan Islam. Namun bagi sesiapa yang belum merasakan kebanggaan ini, janganlah menghakimi Islam
dengan melihat banyaknya ketidaksempurnaan pada diri pemeluknya termasuk saya. Karena kebenaran suatu ajaran dilihat dari apa yang diajarkannya bukan dari siapa yang memeluknya.
Pages
Menikmati Upaya Revolusi Sebagaimana Menyeruput Secangkir Kopi
Selasa, 14 Januari 2014
Kebanggaan
Diposting oleh
Adit Ahmad
di
1/14/2014 07:27:00 AM
Kirimkan Ini lewat Email
BlogThis!
Bagikan ke X
Berbagi ke Facebook
.
Jumlah yang Nyangkut
Corong Revolusi
Ekspresikanlah
Para Guru
Kutipan dari Langit
Hitungan Mundur
Detak-detik
Kicau
Diberdayakan oleh Blogger.
Follower
Mengenai Saya
- Adit Ahmad
- Hanya manusia biasa dengan misi pembebasan. Ingin mencoba berkontribusi untuk revolusi yang insya Allah pasti terjadi nanti. Masih dalam tahap belajar tentu, mencoba terus berkarya dalam segala keterbatasan.
0 komentar:
Posting Komentar