Ahmad Mansur Suryanegara adalah seorang sejarawan Indonesia yang diakui. Karyanya yang mungkin juga adalah magnum opus-nya, "Api Sejarah" sepertinya merupakan bacaan wajib bagi mereka yang ingin mengkaji secara mendalam, atau sekedar pemuas dahaga bagi penikmat dan pecinta sejarah negeri ini. Saya sendiri belum pernah membacanya, saat ini sedang mencarinya. Kalimat sebelumnya hanya kesimpulan saya sendiri setelah membaca beberapa artikel yang merujuk pada buku tersebut sehingga pendapat saya ini mungkin bisa didiskusikan lagi secara lebih objektif bagi sesiapa yang sudah mengkhatamkannya.
Menarik wawancara terhadap Pak Ahmad yang dimuat hasilnya dalam sebuah media Islam (Tabloid Media Umat Edisi 150 1-14 Mei 2015). Beliau mengemukakan telah terjadi distorsi sejarah yang begitu parah di negeri ini, yang mengakibatkan peringatan Hari Kebangkitan Nasional jatuh pada tanggal 20 Mei. Bertepatan dengan tanggal lahirnya organisasi Boedi Oetomo pada tahun 1908. Sang sejarawan mengungkapkan bahwa sebenarnya organisasi tersebut malah menentang persatuan Indonesia dan menentang Islam. Bahkan pendirinya yang seorang dokter, Soetomo meyakini manusia adalah penjelmaan terakhir tuhan dan ia pun pernah berkata, "Jadi buat apa shalat?"
Beliau juga memaparkan para Boepati pimpinan Boedi Oetomo adalah para pejabat Pangreh Pradja dari sistem pemerintah kolonial Belanda sehingga tidak mungkin bergabung bersama rakyat melawan penjajah. Mereka juga lebih berpihak kepada penganut Djawanisme atau Kedjawen dibandingkan dengan kaum muslim.
Ahmad Mansur menyatakan bahwa tanggal 16 Oktober lebih tepat dijadikan sebagai Hari Kebangkitan Nasional. Pada tanggal tersebut didirikan Sjarikat Dagang Islam tahun 1905 (3 tahun sebelum berdirinya Boedi Oetomo), yang kemudian bertransformasi menjadi Sjarikat Islam. Organisasi inilah yang sangat getol melawan kolonialisme Belanda.
Pada masa kegemilangan Islam, sejarah ditulis dengan sangat hati-hati, dengan berdasarkan periwayatan yang ditelusuri begitu teliti sehingga objektivitasnya terjamin. Bisa dilihat dari kitab sirah nabawiyah karya Ibnu Hisyam dan tarikh khulafa-nya Imam as-Suyuthi.
Sekarang ketika umat Islam mengalami kemunduran berpikir, banyak yang tertipu dengan sejarah yang sebagian besar dipengaruhi oleh subjektivitas penulisnya. Saya tidak hanya bicara tentang sejarah yang ditulis orang-orang yang memusuhi Islam. Mereka yang tidak ingin Islam bangkit tentu saja memanipulasi sedemikian rupa sejarah umat Islam, sehingga pengkhianat semacam Mustafa Kemal Attaturk saja diceritakan seolah menjadi pahlawan Turki Muda di buku-buku pelajaran. Tapi saya juga ingin menyoroti sikap sebagian kita yang begitu tergesa-gesa mengambil kesimpulan saat mendapat suatu kabar yang tidak jelas asalnya, namun karena begitu berpihak dengan Islam, dianggap merupakan kebenaran pasti.
Kita adalah umat yang diperintahkan untuk bersikap adil disamping juga dituntut selalu menelusuri kebenaran suatu berita, termasuk sejarah. Ini adalah bentuk skeptisisme yang proporsional.
Contohnya adalah dalam kasus Boedi Oetomo di atas. Ini tentu sebuah informasi yang cukup anti mainstream bagi sebagian besar orang yang baru mengetahuinya, sebab sudah ramai di kalangan khalayak betapa besar jasa Boedi Oetomo selaku organisasi pelopor kebangkitan bangsa ini. Termasuk bagi para dokter, hal ini merupakan kebanggaan tersendiri sebab ternyata pendiri Boedi Oetomo adalah juga seorang dokter.
Namun jika ternyata yang dipaparkan Ahmad Mansur Suryanegara memang benar adanya maka kita pun harus bersikap fair. Yaitu dengan membuang kebanggaan terhadap Boedi Oetomo, karena bagaimanapun sikap oportunis terhadap penjajah bukan merupakan kebanggaan. Kita juga harus mempermak ulang sejarah yang selama ini diajarkan kepada anak-anak bangsa ini, juga mengubah tanggal hari kebangkitan nasional. Ini adalah bentuk perlawanan terhadap pembodohan.
Maka kita pun berhak bertanya-tanya. Ada apa gerangan sehingga sejarah dimanipulasi sedemikian rupa? Untuk kepentingan apa pembodohan terstruktur ini dilakukan? Maka kita pun berhak mengira, upaya deislamisasi sejarah adalah relevan dengan ayat berikut,
"Mereka hendak memadamkan cahaya (agama) Allah dengan mulut (ucapan-ucapan) mereka, dan Allah tetap menyempurnakan cahaya-Nya meskipun orang-orang kafir tidak menyukai." (TQS Ash-Shaff [61]: 8)
0 komentar:
Posting Komentar