Middle East
respiratory syndrome (MERS) merupakan penyakit saluran pernafasan yang
disebabkan oleh virus. Penyakit ini pertama kali dilaporkan pada tahun 2012 di
Saudi Arabia. Baru-baru ini MERS telah mewabah di Korea Selatan. Bahkan di Thailand sudah dilaporkan adanya pasien yang tertular penyakit ini.
Etiologi dan Patogenesis
Virus penyebab MERS, yaitu MERS-CoV termasuk jenis
coronavirus yang merupakan virus RNA terbesar. Asal mula virus ini masih belum
diketahui. Penelitian awal mengindikasikan bahwa MERS-CoV mungkin berhubungan
dengan virus yang ditemukan pada kelelawar, namun bukti terbaru menunjukkan
virus ini paling besar kemungkinan berhubungan dengan unta. Pada tahun 2013,
sebuah peternakan unta di Qatar dikaitkan dengan kasus infeksi MERS pada 2
orang manusia. Secara virologis, MERS-CoV ditemukan pada apusan hidung dari 3
ekor unta melalui pemeriksaan RT-PCR.
Mekanisme penularan spesifik dari hewan ke manusia masih
tidak diketahui. MERS-CoV telah terbukti dapat ditularkan antar sesama manusia
lewat kontak langsung dan kelompok yang berisiko tertular adalah orang yang
melakukan kontak erat dengan penderita, seperti tenaga kesehatan yang merawat
penderita MERS. Identifikasi dan isolasi awal penderita MERS adalah strategi
untuk membatasi penyebaran virus.
MERS-CoV menyerang sel-sel makrofag yang merupakan sel paling penting dalam sistem imun. Makrofag berfungsi untuk mengeliminir patogen, membawa dan memperkenalkan antigen ke sel-T, dan memproduksi sitokin-sitokin dan kemokin untuk menjaga keseimbangan dan mengatur respon imun di jaringan tubuh manusia.
Infeksi virus MERS-CoV terhadap makrofag menyebabkan pelepasan
sitokin-sitokin proinflamasi, yang kemudian berakibat terjadinya pneumonia
(radang paru) berat dan kegagalan pernafasan. Sel-sel endotel pembuluh darah
pada jaringan interstisial paru juga dapat terinfeksi oleh MERS-CoV. Karena
reseptor virus DPP4 juga terdapat pada berbagai sel dan jaringan tubuh manusia,
penyebaran infeksi ke organ lain dapat terjadi yang bisa berakibat fatal.
Menariknya, kebanyakan pasien yang terinfeksi MERS-CoV
mengalami limfopenia (penurunan jumlah sel limfosit) seperti halnya pada pasien
yang terinfeksi SARS. Hal ini diakibatkan sekuestrasi sel imun yang diinduksi
sitokin dan pelepasan serta induksi monocyte
chemotactic protein-1 (MCP-1) dan interferon
gamma-inducible protein-10 (IP-10), yang menekan proliferasi sel-sel
progenitor myeloid manusia.
Gejala dan Tanda
Masa inkubasi infeksi MERS rata-rata adalah 5 hari, namun
juga terdapat kasus dengan periode 12 hari. Gejala awal penyakit ini mirip seperti
flu, yakni demam, menggigil, pilek, lemas dan nyeri otot. Gejala saluran nafas
seperti sesak, dapat muncul kemudian. Pada kasus yang lebih berat, pasien yang
mengalami gagal nafas memerlukan ventilasi mekanik dan oksigenasi membran ekstrakorporal.
Gejala saluran cerna seperti anoreksia, mual, diare dan nyeri perut juga telah
dilaporkan. Beberapa pasien dengan penyakit yang lebih berat mengalami gagal
ginjal akut yang memerlukan hemodialisis, limfopenia, trombositopenia, dan/atau
kegagalan multiorgan dengan koagulopati.
Pada pemeriksaan fisik, dapat ditemukan ronkhi pada
auskultasi paru meski hal ini tidak terdapat pada beberapa pasien. Cairan ingus
biasanya jernih.
Pemeriksaan
Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium untuk menegakkan diagnosis penyakit
ini tidak tersedia di banyak tempat, seperti pemeriksaan real-time reverse-transcriptase polymerase chain reaction (rRT-PCR)
khusus untuk MERS-CoV. Pemeriksaan serologi dapat dilakukan untuk mendeteksi antibodi
IgM dan IgG.
Penatalaksanaan
Saat ini tidak ada vaksin untuk MERS, dan tidak ada terapi spesifik
seperti antivirus untuk penyakit ini. Penatalaksanaan bersifat suportif,
meliputi hidrasi, antipiretik, analgesic, bantuan pernafasan, dan antibiotik
jika terdapat superinfeksi bakteri.
Kombinasi interferon alfa 2b plus ribavirin terbukti berefek
terhadap virus secara in vitro, namun pasien di Arab Saudi yang mendapatkan
antivirus tersebut tidak menunjukkan perbaikan yang berarti. Penelitian terbaru
secara in vitro menunjukkan aktivitas asam mikofenolik melawan virus MERS
sehingga mungkin dapat digunakan sebagai terapi tunggal.
Orang-orang yang mengunjungi negeri-negeri Arab (Arab Saudi,
Uni Emirat Arab, Qatar, Oman, Yordania, Kuwait, Yaman, dan Lebanon) disarankan
memeriksakan kesehatan jika mengalami gejala MERS (seperti demam, batuk, sesak
nafas) setelah 14 hari sepulangnya dari sana. Individu yang melakukan kontak
dengan seseorang yang bergejala MERS yang baru saja pulang dari perjalanan ke
daerah Arab juga harus dievaluasi untuk infeksi MERS.
Prognosis
Penderita MERS mengalami penyakit saluran nafas akut yang
berat, dan sebagian akan menderita disfungsi multiorgan. Angka kematian
dilaporkan mencapai 30%. Di Saudi Arabia hingga 2014 dilaporkan terjadi 282
kematian dari 688 kasus.
Angka kematian yang tinggi diakibatkan lambatnya diagnosis
dan kurangnya terapi yang efektif. Faktor-faktor yang memperberat seperti
penyakit ginjal kronik stadium akhir yang menjalani hemodialisis, diabetes, dan
penyakit kardiopulmonar kronis dapat meningkatkan angka kematian.
Referensi:
Salazar DM, Wallace MR. Middle East Respiratory Syndrome
(MERS).
Available from: URL: http://www.emedicine.medscape.com
0 komentar:
Posting Komentar