Sungai-sungai berganti perumahan. Kuda besi
elegan berhamburan. Sebuah tangan terjulur, bukan untuk melambai
menyapa. Namun melempar sesuatu yang tak lagi dibutuhkannya. Bukan pada
tempatnya. Apa yang kita pikirkan?
Partikel-partikel air
berkompetisi menghujam bumi. Membasahi kita di sini, entah telah berapa
puluh kali. Hampir tiap kalender berganti, jalan-jalan ditinggilebarkan.
Aspal dituang. Semen dikeraskan. Namun
tetap saja genangan rutin di kala penghujan. Sebab kini pijakan tak lagi
mampu meresapi. Apa yang kita pikirkan?
Mereka yang hijau
dibacoki. Mereka yang rindang dibunuhi. Entah yang sudah ke berapa ribu
kali tumbang. Ini semua untuk produksi. Demi kemajuan. Canggihnya
peradaban. Kapital mensyaratkan gunung menjadi tumbal. Bongkah demi
bongkah, bukit perlahan menghilang. Apa yang kita pikirkan?
Debu berterbangan menghiasi antrian minyak bumi. Lampu merah membisu
menyaksikan. Bunyi memekakkan sahut menyahut. Pagi siang dan sore hari.
Memakan waktu meski hanya bergerak beberapa jengkal ke depan. Apa yang
kita pikirkan?
-ngelantur-
Pages
Menikmati Upaya Revolusi Sebagaimana Menyeruput Secangkir Kopi
Senin, 31 Desember 2012
Ngelantur
Diposting oleh
Adit Ahmad
di
12/31/2012 02:32:00 PM
Kirimkan Ini lewat Email
BlogThis!
Bagikan ke X
Berbagi ke Facebook
.
Jumlah yang Nyangkut
Corong Revolusi
Ekspresikanlah
Para Guru
Kutipan dari Langit
Hitungan Mundur
Detak-detik
Kicau
Diberdayakan oleh Blogger.
Follower
Mengenai Saya
- Adit Ahmad
- Hanya manusia biasa dengan misi pembebasan. Ingin mencoba berkontribusi untuk revolusi yang insya Allah pasti terjadi nanti. Masih dalam tahap belajar tentu, mencoba terus berkarya dalam segala keterbatasan.
0 komentar:
Posting Komentar