Pages

Senin, 31 Desember 2012

Jelang Tahun Baru di Warung Kopi Ruang Pikiran

Menjelang malam tahun baru ini saya berdoa,
“Ya Allah, kami percaya hujan itu rahmat bagi kami. Maka turunkanlah malam ini dengan lebat, demi kebaikan kami semua.”

Tiba-tiba di ruang pikiran saya seorang bapak separuh baya menyela,
“Kamu gak adil! Apa yang kamu doakan itu belum tentu baik untuk semua orang. Bagi saya yang penjual terompet yang mengais rezeki dari malam ini, hujan lebat bukanlah sesuatu yang baik. Bagaimana saya bisa dapat duit? Buat makan saya dan anak istri saya, juga biaya sekolah anak saya? Hah?”

“Sabar Pak. Saya mengerti perasaan bapak. Memang hidup kita zaman sekarang susah. Tapi bapak muslim kan? Bagi kita orang beriman, kita percaya bahwa rezeki mutlak di tangan Allah.. eh biar enak ngobrolnya gimana ya...”

Saya clingak-clinguk sebentar, di ruang pikiran saya di sebelah sana terdapat warung kopi. Saya lalu berujar,

“Pak, mari kita ke warung sebelah sana dulu. Saya bayarin kok.”
Bapak itu mengangguk saja meski ekspresinya masih terlihat kurang berkenan. Di warung lalu saya memesan 2 cangkir kopi hangat, dan mempersilakan bapak tadi mengambil penganan yang ada di warung tersebut jika mau. Kopi sudah datang. Saya mulai menyeruputnya duluan,

Ngelantur

Sungai-sungai berganti perumahan. Kuda besi elegan berhamburan. Sebuah tangan terjulur, bukan untuk melambai menyapa. Namun melempar sesuatu yang tak lagi dibutuhkannya. Bukan pada tempatnya. Apa yang kita pikirkan?

Partikel-partikel air berkompetisi menghujam bumi. Membasahi kita di sini, entah telah berapa puluh kali. Hampir tiap kalender berganti, jalan-jalan ditinggilebarkan. Aspal dituang. Semen dikeraskan. Namun tetap saja genangan rutin di kala penghujan. Sebab kini pijakan tak lagi mampu meresapi. Apa yang kita pikirkan?

Mereka yang hijau dibacoki. Mereka yang rindang dibunuhi. Entah yang sudah ke berapa ribu kali tumbang. Ini semua untuk produksi. Demi kemajuan. Canggihnya peradaban. Kapital mensyaratkan gunung menjadi tumbal. Bongkah demi bongkah, bukit perlahan menghilang. Apa yang kita pikirkan?

Debu berterbangan menghiasi antrian minyak bumi. Lampu merah membisu menyaksikan. Bunyi memekakkan sahut menyahut. Pagi siang dan sore hari. Memakan waktu meski hanya bergerak beberapa jengkal ke depan. Apa yang kita pikirkan?

-ngelantur-

Minggu, 30 Desember 2012

Kesuksesan


Apa sukses itu? Seperti apa ukurannya? Bukankah kita semua yang hidup pasti menginginkannya? Bagaimana meraihnya?

Saat ini ketika mendengar kata sukses, mungkin bayangan di benak adalah harta yang cukup. Yak, cukup buat beli mobil, rumah megah, bahkan helikopter pribadi beserta helipadnya sekalian, hehehe. Seperti itukah sukses menurut bayangan kita? Atau, sukses ketika kita berada di puncak karir. Menjadi seorang bos, bergelar professor di bidangnya, menduduki tampuk kekuasaan dan yang sejenisnya. Itukah?

Belum tentu semua orang memiliki standar sukses yang sama. Kita bicara sukses, yang berarti sebuah pencapaian. Setiap orang memiliki target yang berbeda-beda yang ingin dicapai dalam hidupnya. Ada yang mencukupkan diri pada target seadanya dengan orientasi yang penting berbahagia. Ada yang memancangkan citanya setinggi-tingginya. Ada yang mencukupkan diri dengan harta. Ada yang menginginkan penghargaan, hingga kekuasaan. Ada yang menginginkan sebagian atau lebih dari yang disebutkan tadi, ditambah dengan niat membagikannya agar bernilai guna bagi insan yang lain.

Saat ini terdapat buku-buku psikologi populer yang membantu untuk sukses jika kriterianya seperti di atas. How to Win Friends and Influence People karya Dale Carnegie mengajarkan kita menghargai orang lain, sehingga dengan begitu orang lain akan balik menghargai kita bahkan menempatkan diri kita sebagai titik pusat yang diakui kepemimpinannya. Robert T Kiyosaki dalam Rich Dad Poor Dad memberitahukan cara mendisiplinkan diri dan menyikapi uang demi masa depan yang cerah. Kita diperkenalkan semboyan, “Janganlah kau bekerja untuk uang, Jadilah uang bekerja untukmu.”

Sabtu, 22 Desember 2012

Karya I

Hai! Tahukah kamu gambar apakah ini? Yap, gambar ini, sesuai judulnya yang sama dengan judul Karya Tulis Ilmiah (KTI) ku, rencananya akan dijadikan sebagai cover KTI-ku nanti. Setelah selesai sidang tentunya. Karena aku malas memberi alasan kepada penguji untuk membantai lebih jauh saat sidang.

Kawan, mungkin ada yang bertanya, bukankah kalau covernya seperti ini akan bertentangan dengan aturan standar yang sudah ditetapkan? Aku jawab, kenapa kita harus terikat dengan aturan yang seperti itu? Ayolah, akan sungguh kurang menarik jika karya yang sudah kita telurkan secara susah payah ini hanya bercover yang ragam warnanya minimal serta font-nya yang itu-itu saja.
Bukankah Allah menciptakan dunia ini indah, tidak hanya dengan warna hitam dan putih?

Lagi pula, sesuai namanya ini adalah sebuah karya. Karya itu mesti suatu hal yang mengesankan, indah, meriah, elegan, cihuy, asoy, menurut definisiku yang seenaknya. Coba lihatlah deretan KTI-KTI yang terbaring rapi di rak perpustakaan kita, peninggalan senior-senior hebat kita. Warnanya seragam! Maaf, tapi bukankah itu membosankan?

Ayo untuk ini kita menjadi beragam. Bukankah sepertinya hal yang hebat, jika cover KTI yang kita wariskan kepada para junior berwarna-warni terpajang di perpustakaan, menambah semarak mengurangi suram? Yah setidaknya covernya menutupi kekurangan isi KTI saya yang banyak, hahaha. Bagaimana, apakah kamu berminat juga? Saya siap mendesainkannya. Tentu saja masalah harga kita bicarakan belakangan (bilang aja ini nyari kesempatan dalam kesempitan haha).

Tiba-tiba ada yang bertanya lagi, “Hei, tetap saja kita harus mengikuti standar yang sudah ditetapkan itu. Bila tidak mau bagaimana kalau diancam tidak boleh lulus?” Hehe, masa kau takut dengan ancaman seperti itu kawan? Ketakutan kita itu hanya akan mengekang kebebasan kita ini! Merdekalah! Apakah ini berdosa? Memangnya siapa yang menetapkan ini harus begitu? Aku jika diancam begitu, pasti akan tidak jadi melakukan hal tadi.

Yah, sudahlah. Tahukah kawan aku sedang menantikan sidang presentasi karyaku ini dengan perasaan cukup was-was juga. Menyebabkan aku meminta doa kepada kalian, supaya nanti dimudahkan. Tapi hei, sepertinya tidak cukup berdoa untuk diri sendiri saja. Di sana, belahan bumi lain ada yang tidak bergelut dengan bayang-bayang skripsi, namun harus bergulat dengan peluru dan hujan rudal. Di Syam, Suriah dan Palestin, juga tempat-tempat lainnya. Harus ada mereka juga yang hadir dalam ruang doa kita.

Sepertinya kita juga mesti memikirkan sidang yang lain pula. Jika untuk sidang KTI/skripsi kita rela mencurahkan banyak doa, waktu, tenaga, pikiran bahkan uang, bagaimana dengan persidangan yang jauh lebih serius, lebih mencemaskan dan menakutkan dari itu? Ya, persidangan kelak yang akan menentukan nasib kita. Yang pengujinya adalah Allah Yang Maha Adil dalam memberi ganjaran.

Bagi siapa saja yang membaca, saya juga mohon doa. Agar mereka yang menjadi subjek penelitian ini disembuhkan oleh Allah dari penyakitnya. Diberikan kehebatan untuk terus bersabar dan bersyukur, serta ditingkatkan kualitas hidupnya untuk beramal shalih lebih jauh. Aamiin.

Cara Mati

"Akhirnya aku memahami kebebasan memilih bagaimana cara mati" (Neji Hyuga)

Kematian adalah satu kepastian. Kita takkan bisa memilih kapan dan di mana kita akan mati, itu kepastian. Sebab kematian adalah takdir Allah yang tidak kita ketahui jadwal datangnya. Lantas, apa maksudnya kita bisa bebas memilih cara kita mati? Apakah memang bisa seperti itu?

Kalau di dunia imajinasi, khayalan Masashi Kishimoto, ada beberapa cara kematian tokohnya yang bisa digarisbawahi. Jiraiya si sannin mesum, memilih mati saat melawan Pain demi mendapatkan informasi berharga yang akan disampaikan ke shinobi konoha lainnya. Ia yang sudah terluka lebih memilih berhadapan dengan bahaya meski harus menghantarkan nyawa. Padahal saat itu ia bisa saja kabur dari arena tempur.

Minato si hokage keempat, bapaknya Naruto memilih mati demi menyegel kekuatan kyuubi ke dalam tubuh anaknya. Di kemudian hari kita akan mengetahui, pilihannya itu akan menyelamatkan dunia shinobi dari pemusnahan massal. Setelah berhasil menguasai kekuatan Kyuubi, Naruto berdiri tegak menantang Obito dan Madara Uchiha yang berniat menguasai dunia.

Itachi Uchiha, kisah hidup sampai saat terakhirnya membuat ia menjadi tokoh favorit saya! Shinobi jenius ini pernah dihadapkan dua opsi super berat, memihak klannya yang berniat melakukan kudeta di konoha, atau menyelamatkan desa dari pertumpahan darah yang lebih besar dengan menghabisi klannya dengan tangannya sendiri! Ia pun memilih misi rahasia yang sangat memilukan, yaitu membunuh semua anggota klannya termasuk ayah ibu kecuali sang adik Sasuke.

Itachi lalu kabur dari desa dengan status buronan kelas kakap. Sebelumnya ia mencamkan pada adiknya untuk terus mendendam pada dirinya. Agar satu saat nanti mampu menjadi lebih kuat untuk mampu menghabisi Itachi. Dan itulah yang Itachi pilih, ia rela mati di tangan adiknya sendiri tanpa memberi tahu kenyataan sebenarnya pada adk yang sangat dicintainya itu. Agar adiknya tidak marah kepada desa yang Itachi cintai tapi mendesaknya pada pilihan gila.

Prinsip Itachi, adalah sama dengan sahabatnya, Shisui Uchiha yang juga memilih mati untuk melindungi desa, “Mengorbankan diri sendiri.. Shinobi tanpa nama yang melindungi kedamaian dari balik layar. Itulah shinobi sejati.” O Itachi asli kamu keren sekali! O Itachi pribadimu menarik hati! O Itachi jangan tinggalkan kami! Muaaach, muuaaach!

Senin, 03 Desember 2012

Praise


Seorang bapak baru datang, duduk disampingku tatkala matahari tengah tinggi dan aku menunggu seorang teman untuk kepentingan penelitian KTI. Aku bernaung di pelatar rumah sakit terbesar di Kalimantan Selatan sembari sesekali melirik waktu yang terus berjalan di layar handphone. Menunggu dan diam memang membosankan, mungkin itulah kenapa waktu tak pernah berkompromi menunggu kita untuk berhenti. Ia terus bergerak dan berjalan, bertambah besarannya yang bagi kita sebenarnya adalah berkurang.

Mencoba menikam sepi, aku coba menyapa bapak yang tadi meski pada dasarnya aku kurang pandai berbasa-basi.

"Sedang menunggu siapa Pak?"

Dari taksiran seadanya sepertinya usia beliau berkisar 40-50an. Dan beliau menjawab

"Aku mau cuci darah ini. Tapi masih menunggu anakku."

Sempat tertegun sebentar, aku melanjutkan percakapan,
 "Oh.. Sudah berapa lama pian cuci darahnya?"

Aku tak menyangka, beliau yang kelihatannya masih sehat ini ternyata mengalami kerusakan ginjal yang mengharuskan darahnya dicuci. Tentu bukan dengan disikat atau dilumuri sabun mandi. Tapi melalui proses hemodialisis, mengalirkan darah ke suatu alat untuk membuang zat-zat racun yang beredar dalam darah. Proses ini menggantikan fungsi ginjal sesungguhnya, yang memfiltrasi berliter-liter darah kita setiap waktu.

"Sudah satu bulan ini. -Menghela nafas- Malam tadi aku sudah hampir mati dek."
 Kamu tahu aku harus apa kan waktu mendengar ini? Iya, kaget.

"Kenapa pak?"
"Iya, hampir mati. Keluargaku sudah pada menangis. Aku gak bisa tidur, gak bisa nafas. Akhirnya saudaraku manggil perawat. Dikasih masker buat nafas."

"Ooohh..."

"Sebenarnya aku ini sudah siap aja kalau mati.."

Bapak itu diam. aku juga. Cukup lama hening sampai kemudian dilanjut oleh sang bapak.

"Pokoknya kamu, jangan sampai lah sakitnya kena ginjal. Jangan sampai, jangan sampai.."

"Iya Pak. Tapi sebentar lagi Ramadhan Pak. Insya Allah masih bisa bapak manfaatkan sebaik-baiknya."
Cuma itu yang bisa kukatakan. Dan bapak itu mengangguk, sebelum kemudian anaknya datang. Lalu mereka pergi, meninggalkan aku yang tertegun lagi.

Terima kasih bapak, karena telah mengajariku tentang keharusan kita untuk bersyukur. Iya, bersyukur bukan hanya ketika kamu mendapatkan apa yang kamu inginkan. Namun harus selalu, setiap mengingat apa yang kamu butuhkan ternyata telah disediakan oleh-Nya secara gratis. Telah Allah SWT pinjamkan, untuk kemudian sewaktu-waktu Dia ambil.

Bersyukur itu bukan hanya seperti kata orang, mengeluh hanya punya sepatu yang usang, namun seketika jadi bersyukur saat melihat orang cacat tanpa kaki yang melintas di hadapan." Dalam keadaan yang sulit pun, masih banyak hal yang bisa kita syukuri. Termasuk, kita bersyukur karena kita masih bisa bersyukur. Sampaikan ini pada Pidi Baiq, dia akan tersenyum.

Dibalik syukur itu pula sebenarnya terdapat kebahagiaan. Iya, kita bersyukur bukan hanya karena kita bahagia, tapi kita bersyukur agar menjadi bahagia. Maafkan aku Bapak, karena ketidakpandaianku dalam berbasa-basi membuatku lupa menyampaikan ini,

"Sungguh menakjubkan urusan seorang mukmin, semua urusannya adalah baik baginya. Hal ini tidak didapatkan kecuali pada diri seorang mukmin. Apabila mendapatkan kesenangan, dia bersyukur, maka yang demikian itu merupakan kebaikan baginya. Sebaliknya apabila tertimpa kesusahan, ia bersabar dan itu merupakan kebaikan pula baginya." (HR. Muslim)an kecuali pada diri seorang mukmin. Apabila mendapatkan kesenangan, dia bersyukur, maka yang demikian itu merupakan kebaikan baginya. Sebaliknya apabila tertimpa kesusahan, dia pun bersabar, maka yang demikian itu merupakan kebaikan baginya.” (Hadits shohih. Diriwayatkan oleh Muslim, no. 2999 dari Abu Yahya Shuhaib bin Sinan radhiyallahu ‘anhu).
“Sungguh menakjubkan urusan seorang mukmin, semua urusannya adalah baik baginya. Hal ini tidak didapatkan kecuali pada diri seorang mukmin. Apabila mendapatkan kesenangan, dia bersyukur, maka yang demikian itu merupakan kebaikan baginya. Sebaliknya apabila tertimpa kesusahan, dia pun bersabar, maka yang demikian itu merupakan kebaikan baginya.” (Hadits shohih. Diriwayatkan oleh Muslim, no. 2999 dari Abu Yahya Shuhaib bin Sinan radhiyallahu ‘anhu).
Sungguh menakjubkan urusan seorang mukmin, semua urusannya adalah baik baginya. Hal ini tidak didapatkan kecuali pada diri seorang mukmin. Apabila mendapatkan kesenangan, dia bersyukur, maka yang demikian itu merupakan kebaikan baginya. Sebaliknya apabila tertimpa kesusahan, dia pun bersabar, maka yang demikian itu merupakan kebaikan baginya.” (Hadits shohih. Diriwayatkan oleh Muslim, no. 2999 dari Abu Yahya Shuhaib bin Sinan radhiyallahu ‘anhu).
“Sungguh menakjubkan urusan seorang mukmin, semua urusannya adalah baik baginya. Hal ini tidak didapatkan kecuali pada diri seorang mukmin. Apabila mendapatkan kesenangan, dia bersyukur, maka yang demikian itu merupakan kebaikan baginya. Sebaliknya apabila tertimpa kesusahan, dia pun bersabar, maka yang demikian itu merupakan kebaikan baginya.” (Hadits shohih. Diriwayatkan oleh Muslim, no. 2999 dari Abu Yahya Shuhaib bin Sinan radhiyallahu ‘anhu).
“Sungguh menakjubkan urusan seorang mukmin, semua urusannya adalah baik baginya. Hal ini tidak didapatkan kecuali pada diri seorang mukmin. Apabila mendapatkan kesenangan, dia bersyukur, maka yang demikian itu merupakan kebaikan baginya. Sebaliknya apabila tertimpa kesusahan, dia pun bersabar, maka yang demikian itu merupakan kebaikan baginya.” (Hadits shohih. Diriwayatkan oleh Muslim, no. 2999 dari Abu Yahya Shuhaib bin Sinan radhiyallahu ‘anhu).

.