Berbangga diri karena merasa telah berada di atas angin, merasa lebih dekat dengan kemenangan sementara hasil akhir belum ditentukan bukanlah hal yang baik. Hal itu berbeda dengan rasa optimis. Di salah satu laga pamungkas perebutan piala champion Eropa, klub bola sebesar AC Milan telah pernah merasakannya. Unggul 3-0 di babak pertama, entah kenapa di babak kedua pasukan merah yang dipimpin Steven Gerrard mampu menyamakan kedudukan dan, dengan dramatis ketika adu penalti usai dilangsungkan akhirnya malah pasukan Rossoneri lah yang meninggalkan lapangan dengan kepala tertunduk penuh sesal.
Begitu pun harusnya orang-orang yang tengah berjuang mengubah peradaban. Optimis adalah hal yang positif, ketika janji kemenangan itu niscaya dan peradaban musuh sedang merintih meregang nyawa. Namun ketika menetapi jalan yang tak biasa ini kita merasa lebih tinggi, bahkan tanpa berusaha terus memperbaiki dan meningkatkan kualitas plus kuantitas perjuangan -sebagai tuntutan kaidah kausalitas, yang juga tuntutan syara- maka akan sangat menyakitkan jika peringatan atau cobaan yang keras datang. Dan bisa jadi semangat yang berkobar di awal menjadi padam seketika.
Seperti juga halnya, ketika suatu saat si Bejo yang dikenal jidatnya hitam bukan karena sejenis dermatitis dan celetukannya tak jauh dari kata "Masya Allah, alhamduliLlah, astaghfiruLlah, dsb" terbersit dalam benaknya bahwa "hmm syukur gue kagak kayak si Bakri yang kerjanya cuma main game, gonta-ganti pacar en ngabisin waktu sia-sia..". Ternyata pas sudah di alam sana, malah Bakri yang selamat, sehingga dalam perjalanannya memasuki jannatu 'Adn Bakri melongo tatkala melihat nasib Bejo yang diseret paksa malaikat pegawai neraka. Bakri pun hanya bisa berucap "Kenapa sih lu jadi kayak gini jo?"
Oke, ada yang bilang kualitas cerita memang ditentukan dari akhirnya. Sayang kehidupan kita bukanlah sebuah cerpen yang kita karang, yang bisa kita perkirakan bahkan kita tentukan sendiri endingnya, sehingga di sana kita mampu menutup cerita dengan diksi dan cara yang luar biasa. Tak ada pilihan untuk mencapai keberhasilan dalam perjuangan dan hidup, selain mengkonstankan bahkan menggradasikan intensitas tindakan yang benar, hingga 'peluit panjang telah terdengar.'
Pages
Menikmati Upaya Revolusi Sebagaimana Menyeruput Secangkir Kopi
Minggu, 04 September 2011
Pertandingan Belum Berakhir
Diposting oleh
Adit Ahmad
di
9/04/2011 05:37:00 PM
2
komentar
Kirimkan Ini lewat Email
BlogThis!
Bagikan ke X
Berbagi ke Facebook
Malaria Falciparum
Anak laki-laki berusia 3 tahun dibawa
orangtuanya ke rumah sakit dengan keluhan utama keringat dingin dan demam
tinggi tiap hari selama 4 hari. Orangtuanya mengatakan ketika demam turun,
pasien menjadi basah karena keringat dan merasa kehausan. Orangtuanya juga
melaporkan adanya diare, mual, dan sakit perut. Saat pemeriksaan pasien
didapatkan pasien mengalami letargi dan susah bangun. Kejang umum terjadi saat
di unit gawat darurat.
Keluarga pasien berimigrasi ke Amerika
Serikat dari Afrika Barat 3 minggu sebelum onset penyakit sekarang.
PEMERIKSAAN
FISIK
-Suhu 40⁰ C, denyut nadi 140/menit, nafas
28/menit, tekanan darah 82/40 mmHg
-Kurus, paling tidak masih responsif
terhadap perintah verbal. Pupil reaktif dan leher lunglai. Konjungtiva pucat
dan pemeriksaan abdomen menunjukkan adanya hepatosplenomegali.
PEMERIKSAAN
LABORATORIUM
Darah
Hematokrit: 18%
Leukosit: 16,3/µL
Diferensial: PMN 50%, Bands 20%,
limfosit 15%
Platelet: 42.000/µL
IMAGING
CT scan normal
Diposting oleh
Adit Ahmad
di
9/04/2011 04:32:00 PM
0
komentar
Kirimkan Ini lewat Email
BlogThis!
Bagikan ke X
Berbagi ke Facebook
Label:
demam tinggi,
epidemiologi malaria,
keringat dingin,
malaria,
patogenesis malaria,
plasmodium falciparum
Kamis, 01 September 2011
Maaf
Mohon maaf lahir batin
Maaf atas segala khilaf baik disengaja ataupun tidak.
Dan maaf, karena kali ini saya sedang tak ingin diganggu. Biarlah saya beristirahat, menyelami dunia saya sendiri. Memperbanyak waktu untuk merenung yang bukan melamun. Mengumpulkan lagi pundi-pundi energi. Untuk melakukan sesuatu yang lebih berarti.
Maaf, sekali lagi maaf.
Maaf atas segala khilaf baik disengaja ataupun tidak.
Dan maaf, karena kali ini saya sedang tak ingin diganggu. Biarlah saya beristirahat, menyelami dunia saya sendiri. Memperbanyak waktu untuk merenung yang bukan melamun. Mengumpulkan lagi pundi-pundi energi. Untuk melakukan sesuatu yang lebih berarti.
Maaf, sekali lagi maaf.
Diposting oleh
Adit Ahmad
di
9/01/2011 08:35:00 AM
0
komentar
Kirimkan Ini lewat Email
BlogThis!
Bagikan ke X
Berbagi ke Facebook
.
Jumlah yang Nyangkut
Corong Revolusi
Ekspresikanlah
Para Guru
Kutipan dari Langit
Hitungan Mundur
Detak-detik
Kicau
Diberdayakan oleh Blogger.
Follower
Mengenai Saya
- Adit Ahmad
- Hanya manusia biasa dengan misi pembebasan. Ingin mencoba berkontribusi untuk revolusi yang insya Allah pasti terjadi nanti. Masih dalam tahap belajar tentu, mencoba terus berkarya dalam segala keterbatasan.