Toksoplasmosis pada anak-anak
dapat berupa akut atau kronik dan kongenital atau didapat setelah kelahiran.
Toksoplasmosis mengacu pada infeksi simtomatik oleh Toxoplasma gondii, protozoa yang secara luas terdistribusi yang
biasanya menyebabkan infeksi asimtomatik pada host yang sehat. 1
Berbeda dari
toksoplasmosis pada individu imunokompromis, toksoplasmosis kongenital adalah
manifestasi infeksi yang paling serius, akibat transmisi vertikal dari T gondii melalui transplasental dari
ibu. Keparahan penyakit tergantung pada usia kehamilan saat transmisi. Gangguan
optalmologik dan neurologik merupakan konsekuensi infeksi terpenting dan dapat
muncul bahkan ketika infeksi kongenital asimtomatik.2
Fetus, neonatus, dan
bayi muda dengan toksoplasmosis kongenital berisiko mendapat komplikasi terkait
infeksi, khususnya penyakit retina yang dapat terjadi hingga masa dewasa. Host yang imunokompromis, khususnya yang
memiliki defek pada imunitas selular seperti AIDS juga memiliki risiko tinggi
untuk penyakit berat.2
Toksoplasmosis
kongenital merupakan penyakit yang bisa dicegah. Skrining sebelum kehamilan
diikuti dengan titer serial dan konseling yang baik pada wanita dengan titer
awal negatif dapat meminimalisir kasus.3
Diperkirakan sekitar 1
milyar orang di seluruh dunia terinfeksi T
gondii. Angka tertinggi terdapat di Eropa, Amerika Tengah, Brazil dan
Afrika Tengah.2
Berikut
akan dibahas lebih jauh mengenai tatalaksana toksoplasmosis pada anak.
Selain
itu sebelumnya juga akan dibahas mengenai epidemiologi, etiologi, penularan
serta manifestasi klinik dari toksoplasmosis.
A.
Epidemiologi
Prevalensi
toksoplasmosis kongenital berkisar dari 1 kasus per 1000 kelahiran hidup hingga
1 kasus per 10.000 kelahiran hidup, dan prevalensi ini secara tidak langsung
diperkirakan dari tingkat kejadian infeksi primer selama kehamilan dengan
mengalikan jumlah ibu yang menderita infeksi selama kehamilan dengan tingkat
transmisi parasit terhadap janin. Berdasarkan data dari National Health and Nutrition Examination Survey pada 1989-1994,
insidensi infeksi primer untuk wanita hamil dengan seronegatif adalah 0,27%.
Hal ini mengindikasikan bahwa, dengan 4 juta kelahiran pertahun dan laju
transmisi keseluruhan sebesar 33%, sekitar 3.500 anak yang terinfeksi lahir di
Amerika Serikat setiap tahunnya.4 Angka ini sepertinya bervariasi di
setiap wilayah.
Secara umum diasumsikan bahwa sekitar 25
sampai 30% dari populasi manusia di dunia terinfeksi oleh Toxoplasma. Sebenarnya, prevalensi ini
bervariasi antarnegara (10-80%)
dan sering dalam suatu negara tertentu atau antara komunitas
yang berbeda di kawasan yang sama.5 Seroprevalensi rendah (10 sampai 30%) telah ditemukan
di Amerika
Utara, di
Asia Tenggara, di Eropa Utara, dan
di negara-negara Sahel Afrika. Prevalensi sedang
(30 sampai 50%) telah ditemukan di
negara-negara Eropa Tengah dan Selatan, dan prevalensi tinggi
telah ditemukan di Amerika Latin dan negara-negara Afrika tropis.6
B.
Etiologi
Tiga Stadium Parasit
Terdapat tiga
tahap infektif dari T. gondii : takizoit invasif yang membelah secara cepat, bradizoit yang membelah secara perlahan dalam kista jaringan, dan tahap
lingkungan, sporozoit, yang dilindungi di dalam ookista. Tahap-tahap infektif tersebut merupakan sel yang berbentuk bulan
sabit, dengan panjang sekitar 5 um dan lebar 2 um, dengan ujung apikal runcing dan ujung
posterior bundar. Mereka dibatasi
oleh membran yang kompleks, bernama pelikel, yang terkait erat dengan
sitoskeleton yang terlibat
dalam integritas struktural dan motilitas sel. Mereka memiliki inti,
mitokondria, kompleks Golgi, ribosom, retikulum endoplasma, dan organel mirip
plastid yang disebut apicoplast, hasil dari akuisisi yang
mungkin dilakukan oleh parasit
melalui endosimbiosis sekunder yang alga merah yang hidup bebas. Adapun anggota lain dari filum
Apicomplexa, di bagian apikal mereka terdapat struktur sitoskeletal khusus (konoid, terlibat dalam invasi sel) dan
berbagai organel sekretoris (rhoptries [ ROPs ], butiran padat, dan micronem).7
Takizoit adalah bentuk penyebaran (Gambar 1A). Mereka
mampu menyerang hampir semua jenis sel vertebrata, di mana mereka berkembang biak dalam vakuola parasitophorous.6
Gambar 1. Bentuk berbagai stadium dari Toxoplasma gondii6
Bradizoit terbentuk
dari perubahan takizoit ke
dalam tahap pembelahan lambat dan membentuk kista jaringan (Gambar 1B). Kista
ini berbentuk lebih atau kurang bulat dalam sel otak dan
memanjang dalam sel otot. Kista
ini bervariasi
dalam ukuran, mulai
10 um untuk kista muda, yang hanya
berisi dua bradizoit, hingga 100 um untuk bentuk yang lebih tua, yang berisi ratusan atau ribuan bradizoit padat. Dinding kista terdiri dari membran yang membatasi sejumlah invaginasi dan lapisan yang mendasari material granular elektron-padat.8 Bradizoit memiliki metabolisme laten, baik untuk beradaptasi dengan kelangsungan hidup jangka panjang. Kista tetap berada di intraseluler sepanjang masa hidup mereka. Kematian sel inang dapat memicu gangguan dinding kista dan selanjutnya melepaskan bradizoit. Resistensi
bradizoit terhadap
pepsin asam (mampu bertahan selama 1-2 jam dalam
pepsin-HCl) memungkinkan transmisi mereka melalui ingesti.6
Sporozoit berlokasi dalam ookista matang. Ookista merupakan
struktur berbentuk ovoid dengan diameter 12-13 um, yang setelah mengalami
sporulasi mengandung dua sporokista, yang masing-masing mengandung empat sporozoit
(Gambar 1 C dan D). Dinding ookista secara ekstrim terdiri dari struktur
berlapis-lapis yang kuat, melindungi parasit dari kerusakan mekanik dan
kimiawi. Ini menyebabkan parasit mampu bertahan untuk periode yang lama, lebih
dari satu tahun, pada lingkungan yang basah.9
Siklus Hidup
T. gondii merupakan
koksidium pembentuk kista dalam jaringan yang hidup dalam sistem
mangsa-predator, hidup bergantian di antara inang definitif (reproduksi
seksual) dan intermediat (replikasi aseksual). Spesies ini tergolong unik dibanding
kelompoknya karena ia dapat ditularkan tidak hanya di antara inang intermediat
dan definitif (siklus seksual) tapi juga antar inang intermediat melalui
karnivorisme (siklus aseksual) atau bahkan antar inang definitif. Bagian dari
siklus seksual dan aseksual dan dinamika transmisi pada lingkungan bervariasi
tergantung dari karakteristik fisik dan tergantung pada struktur dari populasi
kedua inang baik intermediat maupun definitif.10
Reproduksi seksual terjadi hanya pada kelompok kucing (kucing
rumahan dan kucing liar). Setelah ingesti kista yang terdapat pada jaringan
inang intermediat, dinding kista dihancurkan oleh enzim-enzim lambung.
Bradizoit bersemayam di dalam enterosit, dimana mereka akan melakukan
multiplikasi aseksual dengan jumlah terbatas, yang dicirikan dengan pembentukan
merozoit di dalam skizon (Gambar 2). Langkah pertama ini diikuti oleh
perkembangan seksual, dengan pembentukan gamet jantan dan betina (gametogoni).
Setelah fertilisasi, ookista yang terbentuk di dalam enterosit dilepaskan
akibat kerusakan sel dan diekskresikan sebagai bentuk yang tidak tersporulasi dalam
feses kucing (Gambar 2). Proses sporogoni terjadi setelah beberapa hari berada
di lingkungan eksternal. Hal tersebut mengimplikasikan reduksi meiotik dan perubahan
morfologis menyebabkan pembentukan ookista tersporulasi dengan dua sporokista,
yang masing-masingnya mengandung empat sporozoit haploid. Lepasnya ookista
dimulai dari 3-7 hari setelah ingesti kista jaringan dan dapat berlanjut hingga
lebih dari 20 hari. Kucing yang terinfeksi dapat melepaskan lebih dari 100 juta
ookista dalam fesesnya.11 Ookista tersebut dapat menginfeksi secara
luas inang intermediat, pada hakikatnya seluruh hewan berdarah panas, mulai
dari mamalia hingga burung, ketika tertelan bersama makanan atau air. Ookista
juga infektif untuk kucing meskipun kurang efisien.6
Di dalam tubuh inang intermediat, parasit hanya melakukan
perkembangan aseksual. Setelah ookista tertelan, sporozoit dilepaskan.
Sporozoid melakukan penetrasi ke epitel usus dan berdiferensiasi menjadi
takizoit. Takizoit bereplikasi dengan cepat secara endodiogeni di dalam
berbagai jenis sel dan menyebar ke seluruh tubuh organisme. Sebagai hasil dari
konversi takizoit menjadi bradizoit, kista jaringan timbul pada hari ke 7 hingga
10 setelah infeksi dan dapat menetap seumur hidup pada kebanyakan inang,
terutama pada otak atau jaringan otot.6
Pada penelanan kista jaringan oleh inang intermediat melalui
daging mentah atau tidak matang, kista rupture ketika melewati saluran pencernaan,
menyebabkan pelepasan bradizoit. Bradizoit akan menginfeksi epitel usus inang
yang baru dan berdiferensiasi kembali menjadi stadium takizoid yang membelah
dengan cepat dan menyebar ke seluruh tubuh (Gambar 2).
Gambar 2. Siklus hidup Toxoplasma
gondii6
C.
Transmisi
Mayoritas dari penularan horizontal terhadap manusia
disebabkan oleh tertelannya kista jaringan pada daging yang terinfeksi atau
dengan tertelannya tanah, air atau makanan yang terkontaminasi dengan ookista
tersporulasi yang berasal dari lingkungan atau dengan cara yang lebih jarang
lagi yakni dari tinja kucing (Gambar 3). Antibodi serum terhadap protein
sporozoit terdeteksi pada manusia dalam 6 hingga 8 bulan setelah infeksi awal
ookista. Oleh karena itu, tes serologis dapat berguna untuk mendeteksi eksposur
terhadap ookista di bulan-bulan awal setelah infeksi T. gondii dan dapat berguna untuk studi epidemiologis.6
Gambar 3. Berbagai sumber penularan T. gondii pada manusia6
D.
Manifestasi
Klinik
Toksoplasmosis kongenital adalah
konsekuensi dari infeksi janin transplasenta hematogen oleh T gondii selama infeksi primer pada
wanita hamil. Infeksi primer pada wanita hamil sehat tanpa gejala terdapat pada 60% kasus.
Gejala selama kehamilan seringkali ringan.
Manifestasi paling umum adalah kelelahan, malaise, demam ringan, limfadenopati,
dan mialgia. Infeksi toksoplasma yang laten dengan reaktivasi selama
kehamilan dan dapat
menyebabkan infeksi kongenital hanya terjadi pada wanita imunokompromis (paling sering pasien dengan AIDS).12
Trias klasik korioretinitis, hidrosefalus, dan kalsifikasi intrakranial tidak dapat
digunakan sebagai
kriteria diagnostik yang ketat untuk toksoplasmosis
kongenital karena
sejumlah besar kasus dapat
luput dari diagnosis. Toksoplasmosis kongenital dapat terjadi dalam bentuk sebagai
berikut: 12
·
Penyakit
Neonatal
·
Penyakit yang terjadi pada bulan-bulan pertama kehidupan
·
Gejala
sisa atau
kekambuhan infeksi sebelumnya
yang
tidak terdiagnosis
·
Infeksi subklinis
Bila
manifestasi klinis toksoplasmosis kongenital dijumpai
pada neonatus,
biasanya penyakit sangat
parah. Aborsi spontan, kelahiran prematur, atau still birth dapat terjadi. Tanda-tanda infeksi umum, seperti berikut ini, biasanya muncul: 12
·
Pertumbuhan intra
janin terhambat
·
Demam
·
Korioamnionitis (biasanya bilateral)
·
Kalsifikasi serebral
·
Cairan cerebrospinal abnormal
(xantokrom
dan pleositosis)
·
Muntah
·
Eosinofilia
·
Perdarahan abnormal
·
Ikterik
·
Hepatomegali
·
Splenomegali
·
Limfadenopati
·
Ruam
Tanda-tanda neurologis yang
parah
dan selalu
muncul biasanya
adalah
sebagai berikut:
12
·
Mikrosefali atau makrosefali
·
Fontanela
menonjol
·
Nistagmus
·
Tonus otot abnormal
·
Kejang
·
Keterlambatan akuisisi tonggak perkembangan
Sebagian
besar kasus korioretinitis adalah akibat dari
infeksi kongenital, meskipun pasien seringkali asimtomatik sampai di kemudian hari. Gejala termasuk penglihatan kabur, skotoma, nyeri, fotofobia, dan epifora. Gangguan penglihatan sentral terjadi saat makula terlibat, tetapi penglihatan dapat membaik
ketika peradangan sembuh. Kekambuhan
korioretinitis sering tetapi jarang disertai dengan tanda-tanda atau gejala sistemik.
12
Toksoplasmosis laten dapat
tereaktivasi pada wanita dengan human
immunodeficiency virus (HIV) dan mengakibatkan transmisi kongenital. Toksoplasmosis kongenital pada bayi dengan HIV muncul lebih cepat dari pada bayi tanpa HIV.12
Pada toksoplasmosis kongenital subakut, gejala mungkin tidak muncul pada pasien sampai beberapa waktu setelah lahir. 12
Limfadenopati adalah bentuk gejala paling sering dari toksoplasmosis akut pada individu imunokompeten. Pasien biasanya datang dengan limfadenopati yang tidak
sakit, padat, yang terbatas pada 1 rantai nodus (paling sering di servikal). Kelompok kelenjar suboksipital, supraklavikula, aksila, dan inguinal juga dapat terlibat. 12
Manifestasi
fisik lainnya
termasuk demam
ringan, kadang hepatosplenomegali, dan ruam. Pemeriksaan oftalmologi mengungkapkan beberapa bercak putih
kekuningan, dengan margin tidak jelas berada dalam kelompok kecil di kutub posterior. 12
Secara khusus, retinitis fokal yang nekrosis yang
muncul mungkin atrofi dan menjadi pigmen hitam atau mungkin terkait dengan panuveitis. Papillitis biasanya menunjukkan penyakit SSP. Flare up korioretinitis kongenital seringkali dikaitkan dengan lesi bekas luka di daerah dekat lesi baru. 12
Karena keterlibatan multifokal dari SSP, temuan klinis bervariasi secara
luas. Hal tersebut termasuk perubahan status mental, kejang, kelemahan motorik, gangguan saraf kranial, kelainan sensorik, tanda-tanda serebelar, meningismus, gangguan gerak, dan manifestasi neuropsikiatri pada pasien dengan imunokompromis. 12
E.
Diagnosis
Evaluasi laboratorium toksoplasmosis
kongenital di antaranya termasuk serologi, polymerase
chain reaction (PCR), dan tes lain yang bisa mengkonfirmasi dan mengevaluasi tingkat infeksi, dan dapat membangun
nilai-nilai dasar sebelum memulai pengobatan antimikroba. T gondii dapat ditemukan dari spesimen klinis, namun, ini membutuhkan waktu tambahan dan hanya tersedia di beberapa laboratorium rujukan.13
Adanya T gondii dalam darah, cairan tubuh, atau jaringan adalah bukti infeksi toksoplasmosis. Temuan atau demonstrasi histologis T gondii atau asam nukleat T gondii dari spesimen klinis, disertai dengan temuan klinis dan/atau serologi, dapat menegakkan diagnosis toksoplasmosis
kongenital. Namun,
metode ini
digunakan lebih
jarang daripada evaluasi serologis dan mungkin memerlukan spesimen jaringan.13
Isolasi dengan inokulasi pada tikus dari toksoplasma pada cairan ketuban
atau jaringan plasenta atau janin merupakan pemeriksaan diagnostik infeksi kongenital.
Transformasi limfosit sebagai respon terhadap antigen
toksoplasma menunjukkan infeksi sebelumnya pada orang dewasa. Deteksi antigen Toxoplasma dalam darah atau cairan tubuh
dengan cara enzyme-linked immunoassay (ELISA) atau
PCR menunjukkan infeksi akut. Tes kulit yang menunjukkan hipersensitivitas lambat terhadap
antigen toksoplasma mungkin berguna sebagai tes skrining.13
Tes laboratorium meliputi hitung sel darah
lengkap dengan diferensial, tes fungsi hati, pungsi lumbal, kreatinin serum,
urinalisis, kultur virus urin untuk cytomegalovirus, dan pengujian kuantitatif
imunoglobulin serum.13
Tes pewarnaan Sabin-Feldman adalah tes netralisasi yang sensitif dan
spesifik. Tes ini mengukur
antibodi IgG dan merupakan tes acuan standar untuk toksoplasmosis, namun
memerlukan T gondii hidup dan dengan
demikian tidak tersedia di sebagian besar laboratorium. Titer tinggi
menunjukkan penyakit akut.13
Tes indirect
fluorescent antibody (IFA) mengukur antibodi yang sama dengan tes pewarnaan. Titer paralel
dengan titer uji pewarnaan. Tes fluoresen antibodi IgM
dapat digunakan untuk mendeteksi antibodi IgM dalam minggu pertama infeksi,
namun titer turun dalam beberapa
bulan. Uji lapis ganda IgM ELISA
lebih sensitif dan spesifik dibandingkan tes deteksi IgM lainnya. Uji
hemaglutinasi tidak langsung mengukur antibodi yang berbeda daripada uji pewarnaan. Titer
cenderung lebih tinggi dan tetap tinggi lagi.13
Tes aviditas IgG mungkin dapat membedakan infeksi akut dari
kronis lebih baik dibanding uji alternatif, seperti tes yang mengukur antibodi IgM.
Seperti yang terjadi pada tes antibodi IgM, tes aviditas paling berguna ketika
dilakukan di awal kehamilan, karena pola kronis yang terjadi pada akhir
kehamilan tidak mengesampingkan kemungkinan bahwa infeksi akut mungkin terjadi
selama bulan-bulan pertama kehamilan. Kenaikan IgG serum 2 kali lipat yang
diperoleh pada interval 3 minggu merupakan diagnostik.13
ELISA IgA dan IgE harus ditentukan
ketika titer IgM bayi negatif atau samar-samar. Penentuan IgA atau IgE spesifik
Toxoplasma lebih sensitif
(tapi tidak spesifik) daripada deteksi IgM
untuk toksoplasmosis kongenital (sekitar 90% vs 75-80%).13
Lakukan amniosentesis pada usia kehamilan 20-24 minggu dalam kasus yang diduga penyakit kongenital. Melakukan pengujian PCR pada cairan tubuh, termasuk cairan serebrospinal (CSF), cairan ketuban, cairan lavage bronkoalveolar, dan darah, dapat berguna dalam menegakkan diagnosis.14 Kadar antibodi dalam aqueous humor atau CSF yang diperoleh melalui pungsi lumbal mungkin mencerminkan produksi antibodi lokal dan infeksi pada lokasi tersebut.13
F.
Tatalaksana
Untuk toksoplasmosis yang didapat
pada
pasien dengan toksoplasmosis okular dan inang yang imunokompeten
rawat jalan dapat dilakukan. Pasien imunokompeten yang tidak hamil dan tidak memiliki kerusakan organ vital dapat diobservasi
tanpa
terapi.15
Rawat
inap awal sesuai untuk pasien dengan toksoplasmosis SSP dan inang yang imunokompromis dengan penyakit akut. Biasanya, pengobatan tidak diperlukan untuk inang
asimtomatik, kecuali untuk kelompok umur kurang dari 5 tahun. Pasien simtomatik
harus dirawat sampai imunitas terjamin. Terapi supresif
harus
dilanjutkan untuk pasien positif HIV dengan infeksi aktif dan hitung CD4 + kurang dari 200. Pembatasan aktivitas pada
pasien dengan toksoplasmosis tergantung pada tingkat keparahan penyakit dan sistem organ yang terlibat.15
Monitoring
Kunjungan tindak lanjut harus dilakukan setiap 2 minggu sampai pasien stabil, kemudian kunjungan
dilakukan tiap bulan selama terapi. Lakukan pemeriksaan hitung darah lengkap (CBC) setiap minggu untuk satu bulan pertama, kemudian setiap 2 minggu. Lakukan tes fungsi ginjal dan hati setiap bulan.15
Obat-obatan terbaru yang direkomendasikan
untuk infeksi T gondii bekerja terutama
terhadap bentuk takizoit tapi tidak
memberantas
bentuk bradizoit. Mandat
pengobatan yang efektif adalah
pemberian
kombinasi 2 agen
yang efektif melawan patogen. Leucovorin (asam folinic) harus diberikan secara
bersamaan untuk menghindari supresi
sumsum tulang.
Pirimetamin adalah agen yang paling efektif dan termasuk dalam kebanyakan rejimen obat.
Kecuali muncul keadaan yang menghalangi untuk menggunakan lebih dari satu obat, obat
kedua, seperti sulfadiazine, atovakuon, atau klindamisin, harus ditambahkan.
Agen efektif lainnya termasuk sulfamerazine dan sulfamethazine, yang tidak
tersedia di Amerika Serikat.16
Efikasi azithromycin, clarithromycin, atovakuon, dapson, dan kotrimoksazol (yaitu trimetoprim-sulfametoksazol) tidak jelas, karena itu obat-obatan
tersebut harus
digunakan hanya sebagai alternatif dalam kombinasi
dengan pirimetamin. Kombinasi terapi yang
paling efektif yang
tersedia adalah
pirimetamin ditambah sulfadiazine atau trisulfapyrimidine (yaitu kombinasi sulfamerazine, sulfamethazine, dan sulfapyrazine). Agen ini aktif terhadap takizoit dan bekerja secara sinergis bila digunakan dalam kombinasi.17
Anak-anak
dengan insufisiensi ginjal atau mengalami defisiensi glukosa-6-fosfat dehidrogenase (G6PD) dan
anak-anak yang menerima antikonvulsan atau ARV memerlukan perhatian khusus. Sulfadiazine diekskresikan di ginjal sehingga dosisnya mungkin memerlukan
penyesuaian bagi anak dengan insufisiensi ginjal. Sulfadiazine tidak boleh diberikan kepada anak-anak dengan defisiensi G6PD karena dapat
menyebabkan hemolisis. Obat ini harus diganti dengan agen lain seperti klindamisin. Pirimetamin dosis tinggi dapat menyebabkan anemia hemolitik pada individu dengan defisiensi G6PD sehingga pasien ini harus di bawah pengawasan ketat. Penyesuaian dosis mungkin
diperlukan ketika sulfadiazine diberikan kepada anak yang mendapat pengobatan dengan fenitoin karena waktu paruhnya
mungkin diperpanjang.17
Terapi
tambahan dengan
kortikosteroid (prednisone, 1 mg / kg / hari) harus dipertimbangkan pada pasien dengan peningkatan protein CSF yang nyata ( > 1 g / dL) dan korioretinitis yang membahayakan penglihatan. Kortikosteroid diberikan sampai peninggian protein CSF atau korioretinitis aktif
sembuh. Kemanjuran terapi kortikosteroid belum ditemukan dalam studi terkontrol. Ketiadaan efek samping kortikosteroid belum tercatat dalam studi kohort. 17
Antimikroba Sulfonamid
Agen
ini memiliki kerja bakteriostatik melalui antagonisme kompetitif dengan asam para-aminobenzoic (PABA). Mikroorganisme yang membutuhkan asam folat eksogen dan tidak mensintesis asam folat (asam pteroylglutamic) tidak rentan terhadap kerja sulfonamid. Strain resisten mampu menggunakan prekursor asam folat atau asam folat bentuk awal. Dalam serum, agen ini ada dalam 3 bentuk: bebas, terkonjugasi (yaitu, terasetilasi
dan
mungkin dalam bentuk lain), dan terikat protein. Bentuk bebas dianggap aktif
secara terapeutik.17
Sulfadiazine
Obat
ini merupakan agen bakteriostatik yang bekerja secara sinergis dengan
pirimetamin untuk mengobati T. gondii. Diberi
bersama dengan pirimetamin dan asam folat. Dosis untuk anak adalah 100-200
mg/kg/hari dibagi tiap 6 jam per oral selama 3-4 minggu. Untuk bayi kurang dari
dua bulan dosisnya adalah 25 mg/kg/hari diberikan empat kali sehari.
Profilaksis (pada pasien dengan HIV): 85-120 mg/kg/hari dibagi dalam dua dosis,
tiga dosis atau empat dosis dikombinasikan dengan pirimetamin (1 mg/kg atau 15
mg/sq.meter setiap hari, dosis maksimum 25 mg) dan asam folat (5 mg setiap 3
hari). Untuk toksoplasmosis kongenital, dikombinasikan dengan pirimetamin dan
asam folat dengan dosis 100 mg/kg/hari dibagi tiap 6 jam secara oral selama 12
bulan.17
Agen Antiprotozoal dan Antifungal
Dapson
Dapson, sebuah sulfon yang telah banyak digunakan dalam pengobatan kusta, telah diberikan dalam kombinasi dengan pirimetamin untuk profilaksis terhadap malaria. Dapson dengan trimetoprim digunakan sebagai alternatif
trimetoprim-sulfametoksazol untuk pengobatan pneumonia Pneumocystis
carinii ringan sampai sedang, dapson sendiri dapat digunakan untuk profilaksis. Dapson dan pirimetamin juga telah digunakan pada pasien dengan HIV dan jumlah sel T CD4+ rendah untuk mencegah ensefalitis T. gondii.17
Mekanisme
aksi dapson mirip dengan sulfonamid, yakni bekerja secara antagonis kompetitif
terhadap PABA, mencegah pembentukan asam folat, menghambat pertumbuhan bakteri.
Dosisnya 1-2 mg/kg per oral setiap hari, tidak boleh melebihi 100 mg/hari dalam
kombinasi dengan obat anti lepra lannya. 17
Pirimetamin
Pirimetamin merupakan antagonis asam folat yang secara selektif menghambat dihydrofolate reduktase. Obat ini sangat selektif terhadap Plasmodium dan T gondii. Pirimetamin memiliki efek
sinergis bila digunakan secara kombinasi dengan sulfonamide untuk mengobati T gondii.17
Untuk pengobatan toksoplasmosis kongenital, dosis loading sebesar 2 mg/kg/hari dibagi tiap
12 jam per oral selama 2 hari. Dosis maintenance
untuk usia 2-6 bulan pertama adalah 1 mg/kg per oral kemudian hingga usia
12 bulan dosisnya 1 mg/kg per oral 3 kali dalam seminggu.17
Untuk toksoplasmosis yang didapat, dosis loading sebesar 2 mg/kg/hari dibagi tiap 12 jam secara oral selama
3 hari. Dosis rumatan diberikan 1 mg/kg secara oral setiap hari selama 4
minggu. Untuk bayi berusia kurang dari dua bulan, keamanan dan efikasi obat ini
belum jelas.17
Antibiotik Linkosamid
Agen-agen ini menghambat pertumbuhan bakteri, kemungkinan
dengan menghambat disosiasi dari peptidyl
transfer ribonucleic acid (tRNA) dari ribosom, menyebabkan sintesis protein
yang tergantung RNA terhenti.17
Klindamisin
Klindamisin
digunakan sebagai alternatif dari sulfonamid. Obat ini dapat bermanfaat ketika
digunakan bersama dengan pirimetamin pada terapi jangka pendek toksoplasmosis
SSP pada pasien AIDS.17
Antibiotik Makrolida
Azitromisin, yang termasuk ke dalam sub kelas azalide dari antibiotik makrolida, diberikan secara
oral. Azitromisin adalah derivasi eritromisin, namun obat
ini berbeda secara struktur kimia dengan eritromisin, yakni pada
azitromisin metil-tersubstitusi atom nitrogen digabungkan ke dalam cincin lakton.17
Azitromisin bekerja dengan mengikat subunit 50S ribosom mikroorganisme yang sensitif, sehingga
menghambat sintesis protein mikroba. Sintesis asam nukleat tidak terpengaruh oleh obat ini. Azitromisin terkonsentrasi dalam fagosit dan fibroblast, seperti yang ditunjukkan
dalam teknik inkubasi in vitro. Studi in
vivo menunjukkan bahwa konsentrasi dalam fagosit dapat menyebabkan distribusi obat ke jaringan yang meradang. Obat ini digunakan untuk
mengobati infeksi
mikroba ringan sampai sedang.17
Spiramisin adalah obat pilihan utama untuk toksoplasmosis
pada maternal atau fetal. Obat ini digunakan sebagai terapi alternatif pada
populasi pasien yang tidak dapat menoleransi penggunaan pirimetamin dan
sulfadiazin.17
Asam folat suplemental diberikan untuk mencegak efek samping
hematologis akibat supresi sumsum tulang. Leucovorin yang merupakan derivat
dari asam folat, digunakan bersama dengan antagonis asam folat seperti
sulfonamide dan pirimetamin.17
G.
Pencegahan
Pencegahan infeksi sangat penting bagi wanita yang sedang hamil dan untuk pasien dengan
seronegatif dan imunokompromis.18 Hindari mengonsumsi daging mentah atau kurang
matang, susu yang tidak
dipasteurisasi, dan telur mentah. Cuci tangan setelah menyentuh daging mentah dan setelah berkebun atau kontak lainnya dengan tanah. Cuci buah dan sayuran. Hindari kontak dengan kotoran kucing. Disinfeksi sampah selama 5 menit dengan air yang hampir mendidih. Dalam upaya untuk mencegah toksoplasmosis kongenital, pemeriksaan serologi rutin pada wanita
hamil harus dilakukan untuk
mengidentifikasi janin beresiko terinfeksi. Pengobatan selama kehamilan menyebabkan reduksi 50% pada kejadian infeksi pada bayi. Jika memungkinkan, hindari transfusi produk darah dari donor yang seropositif untuk pasien yang seronegatif dan imunokompromis. Selain itu, penerima
transplantasi yang seronegatif harus, jika mungkin, menerima organ dari donor yang seronegatif.19
H. Prognosis
Pengobatan
anti parasit pada individu
imunokompromis yang
memiliki penyakit sistem saraf pusat aktif dan manifestasi lainnya akibat
infeksi toksoplasmosis aktif
menghasilkan perbaikan dari tanda-tanda penyakit yang
disebabkan oleh parasit ini (Gambar 4). Pirimetamin dan sulfadiazin adalah obat yang digunakan sebagai lini pertama pengobatan. Trimethoprim-sulfametoksazol juga telah digunakan. Obat lain atau kombinasi obat yang telah digunakan termasuk pirimetamin dalam rejimen tunggal dosis tinggi atau dalam kombinasi dengan klindamisin, klaritromisin, azitromisin atau atovakuon ketika terdapat hipersensitifitas terhadap sulfonamid.20
Gambar 4. A : perbaikan hidrosefalus dan pertumbuhan otak setelah
pengobatan dan shunt pada anak dengan
toksoplasmosis kongenital, B: perbaikan atau pengecilan ukuran kalsifikasi intraserebral selama pengobatan
toksoplasmosis kongenital pada tahun pertama kehidupan. CT scan cranial diperoleh pada periode neonatal dan pada usia satu tahun. Setiap
CT scan kranial direvier oleh
studi neuroradiologis yang sama. Ukuran dan jumlah kalsifikasi dihitung. Tiga puluh dua (82 %) dari
39 anak mengalami pengurangan atau penyembuhan kalsifikasi dan tujuh anak (18 %) memiliki kalsifikasi yang tetap dengan
ukuran yang sama (C) dan tampilan dari abses otak pada pasien dengan transplantasi jantung (D) dan pasien
dengan ensefalitis toksoplasma yang menderita AIDS di era pra-HAART. Lesi menyembuh dan kondisi klinis membaik pada pasien yang ditunjukkan pada gambar C
dan D setelah diobati dengan
pirimetamin dan sulfadiazin, E: lesi retina aktif sebelum (kiri) dan dalam
waktu satu bulan setelah memulai
pengobatan (kanan).20
Pada
individu dengan lesi aktif korioretina toksoplasmik, pengobatan dengan pirimetamin dan sulfadiazine telah menghasilkan perbaikan yang cepat dari aktivitas lesi ini. Pemberian antibodi intravitreal dengan faktor pertumbuhan angiogenik VEGF menghasilkan perbaikan membran neovaskular koroidal yang disebabkan
oleh toksoplasmosis okular. Penekanan parasit oleh terapi pada pasien di Brasil dengan toksoplasmosis okular yang sering rekuren
dengan trimethoprim dan sulfametoksazol menghasilkan
kekambuhan penyakit
mata yang lebih sedikit tapi juga ditemukan
hipersensitivitas terhadap sulfonamid.20
Akibat dari
infeksi kongenital yang tidak diobati telah diidentifikasi dengan baik. Manifestasi awal saat lahir sangat dipengaruhi oleh masa kehamilan dimana infeksi didapatkan dan ini juga melibatkan faktor genetik inang. Manifestasi klinis juga dapat dipengaruhi oleh genetika parasit,
meskipun parasit tipe 2, non 2, dan atipikal semuanya dapat menyebabkan penyakit kongenital baik ringan maupun berat. Akibat merugikan dari infeksi yang tidak diobati atau diterapi hanya selama satu bulan postnatal, baik saat lahir maupun
kemudian, telah dikonfirmasi dalam
sejumlah studi, seri kasus dan laporan kasus.20
Misalnya, Saxon et
al. (1973) melakukan penelitian single
blind yang mengevaluasi delapan
anak dengan infeksi subklinis dan delapan subyek kontrol yang cocok. Infeksi subklinis ditandai dengan
perubahan tingkat protein dan jumlah sel dalam cairan serebrospinal dan
didukung jika tingkat antibodi spesifik T.
gondii tetap sama atau meningkat dari lahir sampai tahun pertama kehidupan.
Pasangan anak dicocokkan
berdasarkan usia kronologis, jenis kelamin, ras, berat lahir, usia ibu, usia
kehamilan, tingkat sosial ekonomi dan, untuk lima dari delapan pasang anak, status perkawinan ibu pada saat
kelahiran anak. Dalam studi ini, Saxon et al. (1973) menemukan bahwa rata-rata intelligence quotient (IQ) anak-anak
yang terinfeksi tapi tidak diobati
secara signifikan lebih rendah (p = 0,016) dibandingkan dengan IQ rata-rata
yang cocok, subyek kontrol yang tidak terinfeksi. Dari penelitian ini, karena
anak-anak yang terlibat mengalami gangguan kognitif yang tidak parah, para peneliti menyimpulkan bahwa infeksi
subklinis toksoplasmosis kongenital menyebabkan beberapa "gangguan
intelektual".20
Dalam
setiap seri, bahkan meski
anak-anak
yang memiliki
keterlibatan subklinis yang tidak diobati atau dirawat selama satu bulan, > 82% memiliki penyakit retina pada saat mereka remaja. Anak-anak yang memiliki tanda-tanda umum atau neurologis saat lahir, jika tidak diobati atau dirawat hanya satu bulan, pada usia empat tahun memiliki kesempatan > 85% untuk mengalami keterbelakangan
mental, 81% mengalami kejang, 70% mengalami kesulitan motorik, 60% kehilangan
penglihatan
berat, 33% menderita
hidro atau mikrosefali, 14% memiliki gangguan
pendengaran dan hanya 11% yang normal. Mayoritas anak-anak yang didiagnosis ketika
bayi di Amerika Utara memiliki manifestasi umum atau berat saat lahir yang mengacu
pada diagnosis mereka. Penyakit retina rekuren
tampaknya terjadi secara
umum.20
Terdapat sebuah penelitian tentang pengobatan bayi, meliputi percobaan klinis fase 1 dan uji coba terkontrol secara acak mengenai pemberian dosis pirimetamin yang lebih tinggi atau lebih rendah yang
dikombinasikan dengan sulfadiazin untuk bayi yang dirawat sepanjang tahun pertama kehidupan. Penelitian ini
menunjukkan bahwa hasil
pengobatan relatif lebih baik dibandingkan dengan pasien yang tidak diobati dan penyakit aktif menjadi tidak aktif dengan pengobatan. Tidak ada perbedaan yang
signifikan sampai
saat ini antara dosis regimen tinggi dan
rendah baik dari segi toksisitas maupun hasil awal yang ditentukan sebagai titik akhir yang ditetapkan
sebelumnya. 20
PENUTUP
Toksoplasmosis adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi Toxoplasma gondii, sebuah parasit
intraselular obligat. T. gondii hidup
di dalam inang definitif yakni spesies kucing dan inang intermedia yakni
manusia dan hewan-hewan karnivora serta hewan berdarah panas lainnya. Infeksi T gondii tersebar luas di berbagai
dunia. Transmisi parasit ini didapatkan baik secara vertikal yaitu dari ibu
yang terinfeksi ke janin yang dikandungnya melalui plasenta, maupun dengan
ingesti bahan-bahan yang terkontaminasi T.
gondii seperti daging (mentah atau setengah matang), bahan makanan lain
maupun air. Toksoplasmosis pada anak-anak dapat berupa infeksi kongenital
maupun didapat. Skrining dan pencegahan pada ibu hamil penting untuk mencegah
terjadinya toksoplasmosis kongenital yang berakibat buruk pada janin bahkan
berakibat keguguran. Manifestasi toksoplasmosis kongenital yang tersering
adalah manifestasi pada SSP (kalsifikasi intrakranial dan hidrosefalus) dan
pada mata (korioretinitis), selain itu juga bisa didapatkan manifestasi non
spesifik lainnya. Pengobatan lini pertama menggunakan antimikroba sulfadiazine
yang dikombinasi dengan pirimetamin. Hasil pengobatan yang adekuat menunjukkan
perbaikan klinis yang berarti dari berbagai penelitian yang telah dilakukan.
0 komentar:
Posting Komentar