Di suatu negeri yang sebenarnya sangat kaya raya dengan sumber daya alamnya yang begitu melimpah.. Namun ternyata rakyatnya masih banyak yang menderita kemiskinan dimana-mana, sedangkan hasil sumber daya alam tadi malah dibawa kabur sama perusahaan-perusahaan swasta asing karena mentalitas pejabat negeri itu yang lemah dan terjajah membiarkan seenaknya hal itu terjadi.. Alhasil sebagian penduduk yang bosan hidup miskin menghalalkan segala dengan prinsip nyari yang haram aja susah, kok mesti repot-repot nyari yang halal.
Salah satunya pelacuran yang kemudian makin menjadi-jadi. Masyarakat yang paham Islam protes jadinya, mengapa kok pihak yang berwenang tidak bertindak sama merebaknya hal yang jelas-jelas haram itu. Petugas bingung, sebab mereka juga dapat upeti dari hal haram ini, lagi pula prostitusi sudah begitu susah diberantas, sangat banyak dan terstruktur. Pelaku perzinahan berkelit kalau ini adalah penghasilan demi menghidupi keluarga mereka. “Ini darurat” kata mereka. Wakil rakyat a.k.a pemerintah yang awalnya bingung juga, akhirnya mengambil ‘jalan tengah’. “Daripada prostitusi makin tak terkendali, mending gimana kalo kita lokalisasi aja? Pajaknya bisa buat pemasukan daerah tuh. Lebih baik kita ngambil mudharat yang sedikit daripada dapat mudharat yang banyak, betul?” Waduh, kacau betul, sudah salah pakai dalil lagi. Maka seperti yang Anda semua tahu saat ini, lokalisasi prostitusi sudah jadi hal yang lumrah di tiap-tiap daerah di negeri tersebut.
Selanjutnya, tatkala penguasa yang begitu cinta rakyat ini menaikkan berbagai harga kebutuhan pokok, BBM, dll, kondisi masyarakat makin terpuruk dan kebingungan apa yang mesti dilakukan bahkan untuk sekedar bertahan hidup. Akhirnya lagi-lagi cara kotor bermain di kehidupan yang susahnya minta ampun. Sudahlah pelacuran, kriminalitas, sekarang perjudian yang makin tak terkendali. Di area penuh spekulasi yang juga haram ini, bukan hanya kalangan proletar yang partisipasi aktif tapi juga para borjuis berduit. Ratusan ribu, jutaan, puluhan juta hingga milyaran uang berputar pada satu tempat perjudian hanya dalam waktu satu malam. Rakyat yang masih bermoral lagi-lagi geram, namun apa daya upeti kembali membungkam petugas yang berwenang. Petugas cuma menggrebek bila upeti macet.
Fakta baru, perjudian ternyata juga dilakukan oleh warga negeri tersebut di luar negaranya, misal di Singapura. Konon uang yang berputar di sana suangat buanyak gitu (trilyunan bo). Pemerintah yang lagi-lagi pusing mikirin gimana caranya memberantas perjudian di daerah makin tambah stres. Nah, lagi-lagi muncul usul konyol yang dianggap bisa jadi jalan tengah. Gimana kalo judinya dilokalisasi di negeri ini aja? Loh daripada uangnya kabur ke luar negeri, mending masuk kas daerah aja toh, dipungut pajaknya gichu. Kan bisa ntar buat menyejahterakan rakyat kita yang makin miskin. Ulama mengecam keras, “Judinya saja sudah haram. Apalagi lokalisasi!” Namun negeri ini walaupun mayoritas muslim mereka sukanya malah nyuekin ulama. “Oke lah dalam hukum agama kayag gitu tapi kan kita lihat juga dari hukum positif serta sisi kemaslahatannya gimana. Contohlah di Negara lain, judi sudah diatur dengan undang-undang secara ketat dan transparan. Toh tetap aman-aman aja.” Begitu alasannya, bijak banget yak, hukum positif katanya, hukum Allah dikemanakan?
***
Hingga suatu saat (seandainya), ketika rakyat sudah benar-benar bosan dengan keadaan yang makin sempit menghimpit, cara-cara lebih gila dilakoni juga untuk nyari duit. Satu cara nyari duit yang cuma ada di Indonesia sepengetahuan saya, yang betul-betul unik bin eksklusif, yaitu pesugihan babi ngepet. Anda tahu? (jangan-jangan pernah nyoba) Saya tidak tahu bagaimana prosedur tata laksana spesifiknya, sedikit saya tahu kalau yang diperlukan dalam pesugihan babi ngepet adalah lilin yang dijaga supaya jangan padam ketika sang babi ngepet sedang praktek. Karena dianggap lumayan mudah (cuma beli lilin banyak-banyak sama mengkaji ilmu ngepetnya), akhirnya praktek babi ngepet makin menjamur sebagaimana prostitusi dan perjudian sebelumnya. Masyarakat sangat resah. Pihak berwenang kewalahan. Maka, anggota dewan menggelar sidang. Coba tebak hasil sidangnya apa? Seratus! Disahkanlah undang-undang lokalisasi praktek babi ngepet dengan harapan pelaku membayar sejumlah pajak untuk kas daerah, dan supaya tidak ada lagi praktek babi ngepet liar yang bertebaran dimana-mana. Hehe..
***
Lokalisasi judi yang akhir-akhir ini menjadi wacana pemerintah benar-benar menggelikan. Memang hal tersebut belum direalisasikan, berhubung protes terdengar di sana-sini dan sono. Namun bagaimanapun judi tidak usah diperdebatkan, dirundingkan, didiskusikan lagi, hukumnya sudah jelas haram!
Mereka bertanya kepadamu tentang khamar dan judi. Katakanlah: "Pada keduanya terdapat dosa yang besar dan beberapa manfaat bagi manusia, tetapi dosa keduanya lebih besar dari manfaatnya." Dan mereka bertanya kepadamu apa yang mereka nafkahkan. Katakanlah: " Yang lebih dari keperluan." Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu supaya kamu berfikir (TQS al-Baqarah [2]: 219)
Perhatikan bunyi terakhir ayat tersebut: demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu supaya kamu berfikir. Supaya kamu berpikir! Artinya, kalau manusia tetap tidak mengindahkan larangan judi yang notabene dosa besar ini, perlu dikatakan padanya: woi lu bisa mikir nggak? Makanya wahai pengusul lokalisasi judi yang terhormat, cobalah Anda berpikir menggunakan dengkul, maaf maksud saya, otak Anda. Seorang Muslim harusnya bersikap patuh dan tunduk secara total terhadap apa yang diperintahkan Allah dalam firman-Nya, bukannya malah mempertimbangkan lagi apakah perintah tersebut bermanfaat atau tidak. Sekali judi haram dalam Qur’an, ya tetap haram. Lagipula meski dinilai dari sisi manfaatnya, apa benar judi itu membawa manfaat? Saya rasa Anda yang masih menganggap judi itu bermanfaat, perlu mendengarkan dan menghayati lirik lagunya Bang Rhoma yang berjudul ‘Judi’, itu rasanya cukup untuk menggambarkan betapa manfaat yang dijanjikan dari judi hanyalah manfaat semu.
Begitulah sistem demokrasi yang lahir dari keterbatasan akal manusia, dimana kedaulatan hukum ada di tangan mayoritas. Sesuatu yang jelas diharamkan Allah, kalau menurut mayoritas itu bermanfaat maka akan dihalalkan. Begitu pula sebaliknya. Kalau sudah begini, tidak ada kebenaran yang benar-benar mutlak. Semuanya, termasuk kebenaran menjadi relatif. Seperti halnya perjudian, yang di mata orang-orang waras adalah hal yang salah, dianggap benar oleh orang-orang yang selain waras (selain waras apa hayo?). Ini karena akal manusia yang serba terbatas tadi, sehingga pandangan dan sikap tiap orang terhadap sesuatu dapat berbeda-beda.
Ilustrasi tentang babi ngepet di atas tadi jelas hanya karangan saya semata, yang terinspirasi dari ucapan seorang tokoh pada acara debat di televisi. Namun, jika kita tidak cepat-cepat meruntuhkan sistem yang kacau seperti ini dan menggantinya, bukan menjadi hal yang tidak mungkin apabila praktek babi ngepet akan sama nasibnya dengan prostitusi dan (rencananya) perjudian, yaitu diberi perizinan atau bahasa halusnya dilokalisasi. Mengerikan!
0 komentar:
Posting Komentar