Ujian anatomi. Salah satu mata kuliah yang lumayan sulit bagi gue. Selain bahan yang musti dipelajari kadang bejibun, terkadang juga soal ujiannya bisa bikin bingung. Masalahnya ujian anatomi itu bentuknya adalah identifikasi terhadap bagian-bagian tubuh manusia langsung menggunakan preparat (potongan) organ-organ asli manusia. Kedengarannya sih mudah, tinggal hafalin buta aja, kan. Tapi, kalo kita ngafalin dari buku atlas anatomi manusia, baik yang gambarnya ilustrasi maupun asli, ternyata ketika berhadapan langsung dengan organ aslinya bentuknya beda betul. Sehingga dalam identifikasi bagian-bagian dari suatu organ itu gak jarang terjadi perbedaan persepsi bahkan antar kakak asdos (asisten dosen) yang ngajarin kami.
Tapi sesusah-susahnya soal ujian anatomi, kayaknya gak ada yang pernah salah pahamnya separah gue. Waktu itu tema ujiannya tentang saluran pencernaan manusia, yang mana organ yang musti dipelajari itu mulai dari mulut, kerongkongan, lambung, usus hingga anus. Weks, lumayan banyak bahannya, belum lagi ditambah beberapa organ seperti hati en macam-macam kelenjar yang memudahkan pencernaan.
Dan waktu itu tiba. Nomor absen gue dipanggil bersama-sama sobat lain yang satu shift untuk memasuki ruang ujian, tempat kami biasa praktikum anatomi. Dengan gagah berani dan sikap yang sok meyakinkan (padahal persiapan gue seadanya waktu itu) gue melangkah dengan pasti menuju lokasi. Benar-benar saat yang menegangkan, gue mulai berhadapan dengan soal ujian satu persatu sesuai organ yang disediakan. Beberapa berhasil gue jawab dengan mudah, alhamdulillah. Namun suatu ketika, gue tertegun dan ternganga bengong memandang suatu organ yang rasanya belum pernah gue lihat (mungkin pernah diajarin asdos tapi guenya yang lupa, hehe).
Potongan organ itu punya rambut-rambut aneh di satu sisinya. Menurut persepsi gue, ini pasti potongan membujur kepala manusia, soalnya rambut-rambut itu rada mirip sama janggut teman seperjuangan gue (yang ngerasa jangan tersinggung, hahaa..). Sebuah jarum pentul tertancap pada daerah mirip suatu rongga, en sebuah kertas berisikan pertanyaan tergeletak di samping organ itu. Kalo gak salah bunyi pertanyaannya gini: “Organ apa yang ditunjuk?” (baca dengan irama guru TK yang sedang ngajarin muridnya).
Senyum simpul penuh kemenangan tersungging dari bibir gue yang pucat kayak mayat. Dan dengan ucapan bismillah, tanpa beban gue goreskan pulpen gue pada lembar jawaban ujian sebuah jawaban, yaitu: ‘cavitas oris’, rongga mulut! Jenius, bener-bener analisis tingkat tinggi! Padahal tuh soal kayaknya lumayan sulit. “Hahaha, mohon maaf Pak Dosen yang bikin soal, anda gagal menipu saya,” teriak gue dalam hati.
Lalu ujian berakhir en dengan wajah yang berseri-seri kayak iklan orang yang pake pemutih wajah gue meninggalkan ruang ujian. Yes, berhasil, berhasil hore! We did it! (Maklum dulu gue sempat ngefans berat sama Dora the Explorer tapi sekarang udah tobat kok). Gue nyamperin sohib-sohib yang lagi ribut ngebahas soal ujian tadi, sebagian ada yang jingkrak-jingkrak soalnya tadi jawabannya bener kata temannya, sebagian ada yang nyesel kayak kemalingan ayam kesayangan soalnya jawaban dia kata temannya salah, en sebagian lagi debat kayak waktu sidang pansus century karena perbedaan jawaban en masing-masing ngerasa kalo dirinya yang bener.
Terbersit dalam pikiran gue buat ngebahas soal yang agak membingungkan gue tadi, maka gue pun melontarkan pertanyaan pada seorang sahabat. “Eh, waktu soal yang itu tadi apa jawaban kamu?” Beliau dengan bijak en merdu menyahut, “Oh, itu ya. Aku juga agak bingung tadi, tapi itu jelas jawabannya ‘rectum’”. Kawan-kawan yang lain membenarkan, “Betul, jelas banget itu kok tadi.” Gue terpana gak percaya apa yang barusan gue dengar. Rectum itu bahasa terminologis anatomi yang artinya ‘saluran tinja sebelum anus’. Jelas, gak ada deket-deketnya sama sekali dengan rongga mulut. Makan apa gue kemaren, kok bisa keracunan sampai salah ngejawab soal seancur ini? Gubrakkkk!!!
Gak bisa dibayangin coba! Rongga mulut, sama saluran tinja dekat anus. Bagai langit dan bumi, tauk! Jauh banget! Gue ketipu, asli. Rambut yang gue pikir janggut itu pasti sebenernya cuma rambut yang tumbuh pada organ reproduksi deket anus. Lalu gue mikir, gimana yak kalo dosen pengujinya ngelihat jawaban gue yang luar biasa konyol itu. Ada beberapa opsi: (a) Terpingkal-pingkal sambil megangin perut karena gak percaya ada mahasiswa yang punya jawaban sebego itu. (b) “Ini pasti ngolok-ngolok saya,” kata sang dosen murka. (c) “Hmm, patut dipertimbangkan juga kalo ternyata kepala itu mirip pantat,” pikir pak Dosen manggut-manggut.
Ah sudahlah, pikir gue. Yang lalu biarlah berlalu. Gue pun dengan gontai berjalan ke parkiran buat ngambil motor untuk pulang ke rumah, dengan membawa pengalaman pahit yang barusan gue alami tadi. Tragis!
***
Apa inti masalah yang bisa dipahami dari cerita tadi? Ini masalah paradigma atau cara pandang, pren. Suatu hal yang sama bila dipandang dari sudut en cara pandang yang beda bisa menghasilkan persepsi yang berbeda pula. Sehingga perlakuan terhadap hal itu tadi juga berbeda.
Contohnya kayak tadi, gue memandang organ tersebut rongga mulut karena menganggap rambut-rambut disekitarnya tadi sebagai janggut, sedangkan kebanyakan orang memandang bahwa jelas-jelas organ itu rectum. Padahal organnya sama, namun cara pandang kami beda-beda, en emang gue ternyata salah sedangkan sohib-sohib gue tadi benar, soalnya itu sesuai dengan atlas anatomi yang jadi acuan mahasiswa kedokteran.
Nah begitu juga dalam kehidupan kita, kadang kita memandang suatu hal atau perbuatan dengan cara pandang yang beda-beda. Namanya juga manusia, akalnya terbatas sehingga untuk menyikapi suatu hal yang sama aja sering kali terdapat perselisihan antar manusia yang satu dengan yang lainnya. Ada yang bilang kalo pacaran itu gak baik, ada yang bilang itu malah bagus. Ada yang berpendapat nutup aurat itu wajib, ada yang berkilah pake jilbab itu ribet. Dan lain sebagainya.
Gimana kita bisa tau yang mana yang bener? Kita musti punya patokan atau standar atau suatu tolak ukur yang terjamin kebenarannya. Sehingga dengan standar itu tadi kita dapat menilai apa yang bener en apa yang salah. Kalo dalam mata kuliah anatomi kita mengenal adanya atlas anatomi sebagai standar acuan kita dalam mengidentifikasi nama dari berbagai bagian-bagian organ.
Begitu juga dalam kehidupan nyata. Pencipta kita, Allah ta’ala telah menurunkan kepada kita seperangkat peraturan sebagai standar baku buat manusia. Itulah syari’at Islam yang bersifat komprehensif. Dengan mengacu pada al-Qur’an dan Hadits, kita dapat menentukan mana perbuatan yang benar en mana yang salah. Mendekati zina itu salah, karena udah jelas itu dilarang seperti yang tertulis dalam al-Israa ayat 32. Pake jilbab itu wajib mutlak kebenarannya seperti yang diperintahkan dalam surah al-Ahzab ayat 59 dan an-Nuur ayat 31. Berhukum selain hukum Allah itu salah karena seperti yang disebutkan pada surah al-Maidah ayat 44, 45 dan 47 bahwa ”Barangsiapa yang tidak memutuskan menurut apa yang diturunkan Allah, maka mereka itu adalah orang-orang yang kafir, fasik, zalim.”
Sayangnya saat ini standar baku tersebut udah mulai ditinggalkan. Ini karena paradigma kita terhadap Islam dicemari oleh paradigma-paradigma lain yang merusak. Cara pandang sekular en liberal (serba bebas) yang asalnya dari Barat telah banyak mempengaruhi cara pandang seorang Muslim bahkan terhadap aturan Islam itu sendiri. Akhirnya aturan Islam yang sebenernya indah, mulia en bikin sejahtera malah dianggap kuno en ’mengerikan’.
Islam itu indah. Ia mengajarkan kasih sayang en persaudaraan melalui ikatan akidah. Islam itu mulia. Ia mengatur segala perbuatan kita supaya kita gak terjerumus ke dalam perbuatan hina cuma karena menurutkan hawa nafsu belaka. En jelas Islam itu bikin sejahtera. Ingat cerita rakyatnya Khalifah Umar bin Abdul Aziz yang gak mau lagi nerima zakat karena merasa udah hidup berkecukupan kan? Itu cuma sebagian contoh kecil aja, Bung!
Liat aja contoh konkritnya ketika aturan Islam disepelekan en ditinggalkan. Gak ada lagi perdamaian en persaudaraan, rasa individualisme semakin menjadi-jadi. Berbagai kerusakan, kriminalitas, degradasi moral dan sebagainya mengalami peningkatan. Umat Islam banyak yang miskin, melarat dan terjajah dalam segala aspek kehidupan.
Maka dari itu, luruskan cara pandang kita kawan, dengan mengenali Islam lebih dekat dan dalam. Sehingga akan kita pahami bahwa Islam itu adalah suatu kecemerlangan pikiran dalam segala hal dan semua aspek kehidupan.
“Dan Kami telah turunkan kepadamu Al Quran dengan membawa kebenaran, membenarkan apa yang sebelumnya, yaitu kitab-kitab (yang diturunkan sebelumnya) dan batu ujian terhadap kitab-kitab yang lain itu; maka putuskanlah perkara mereka menurut apa yang Allah turunkan dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu mereka dengan meninggalkan kebenaran yang telah datang kepadamu.” (TQS Al-Maidah ayat 48)
Pages
Menikmati Upaya Revolusi Sebagaimana Menyeruput Secangkir Kopi
Minggu, 14 Maret 2010
Ini Masalah Paradigma, Bung!
Diposting oleh
Adit Ahmad
di
3/14/2010 04:08:00 PM
Kirimkan Ini lewat Email
BlogThis!
Bagikan ke X
Berbagi ke Facebook
.
Jumlah yang Nyangkut
Corong Revolusi
Ekspresikanlah
Para Guru
Kutipan dari Langit
Hitungan Mundur
Detak-detik
Kicau
Diberdayakan oleh Blogger.
Follower
Mengenai Saya
- Adit Ahmad
- Hanya manusia biasa dengan misi pembebasan. Ingin mencoba berkontribusi untuk revolusi yang insya Allah pasti terjadi nanti. Masih dalam tahap belajar tentu, mencoba terus berkarya dalam segala keterbatasan.
0 komentar:
Posting Komentar