Sesungguhnya tegaknya Daulah Khilafah Islam merupakan kewajiban syariah yang mengikat atas seluruh kaum Muslim. Melalaikan kewajiban ini merupakan kemaksiatan yang akan mendapatkan azab yang pedih dari Allah SWT. Rasulullah saw. bersabda:
وَمَنْ مَاتَ وَلَيْسَ فِى عُنُقِهِ بَيْعَةٌ مَاتَ مِيتَةً جَاهِلِيَّةً
Siapa saja yang mati, sedangkan di pundaknya tidak ada baiat (kepada Imam/Khalifah), ia mati seperti kematian Jahiliah (HR Muslim).
Baiat itu hanya kepada Imam yaitu Khalifah, bukan kepada yang lain. Maka kewajiban adanya baiat di atas pundak setiap Muslim hanya terjadi saat ada Khalifah.
Kewajiban menegakkan Khilafah ini menjadi penentu sempurnanya pelaksanaan berbagai hukum dan kewajiban lainnya. Tatkala Daulah Khilafah Islam tidak ada seperti saat ini, banyak hukum Islam dan kewajiban terlantar dan tidak bisa dilaksanakan. Padahal kita diperintahkan untuk menerima dan melaksanakan semua hukum islam secara kaffah (Lihat: QS al-Hasyr [59]: 7, al-Maidah [5]: 47-49).
Pages
Menikmati Upaya Revolusi Sebagaimana Menyeruput Secangkir Kopi
Kamis, 30 Juni 2011
Seruan Mesra untuk Revolusi
Diposting oleh
Adit Ahmad
di
6/30/2011 07:48:00 PM
0
komentar
Kirimkan Ini lewat Email
BlogThis!
Bagikan ke X
Berbagi ke Facebook
Selasa, 28 Juni 2011
Santai Saja!
Santainya nyawa...!
Yah, bagaimana lagi saya harus bersikap? Mungkin itu yang ingin saya katakan pada teman saya yang mengatakan kalimat di atas tadi. Ia mengatakan kalimat itu setelah mengetahui kondisi saya saat itu. Hari itu memang 'gokil'. Dompet saya, jatuh entah dimana. Klasik lah, di dalamnya ada KTP, SIM, STNK, uang seratus ribuan, KTM. Tak lama, satu insiden terjadi lagi: laptop saya monitornya mati mendadak pas dipakai ngetik. Saya utak-atik tombol on-offnya, gak mau nyala-nyala juga. Yah, padahal ini minggu-minggu ujian. Dimana laptop adalah seakan nyawa, semua materi-slide kuliah dosen ada di dalamnya. Seandainya flashdisk bisa dicolok ke tipi 14 in biasa di kontrakan, lalu menjalankan program Microsoft power point mungkin tidak terlalu masalah. Tapi kamu pun tahu mana bisa tipi biasa bisa. Begitu juga kompor minyak butut di dapur kami.
Dan saya katakan itu pada teman satu kontrakan saya. Jangan salah paham, kami bukan berarti kumpul kebo walau tinggal di bawah satu atap. Saya cowok, mereka juga cowok. Ih, mana mungkin eyke kayak gitu!
Saya menceritakannya dengan maksud, kalau-kalau teman saya itu ada liat tuh dompet. Ternyata tidak. Saya tertawa setelah sedikit berbasa-basi standar, "Gitu ya, wah gimana nih?", lalu rebahan. Keluarlah kata-katanya sebagaimana tadi. Saya ingin menampakkan kepanikan saya, tapi saya tak pandai akting. Ya, sebab saya memang merasa santai saja.
Ada yang pernah bilang ke saya, kalau saya ini terlalu gampang menyederhanakan sesuatu. Semuanya, atau kalau tidak, kebanyakan selalu saya hadapi dengan kata-kata 'santai saja'. Memang ada akhirnya beberapa ketidakprofesionalan dalam menjalani suatu proses, setelah saya bersikap seperti itu. Mungkin karena santai yang bukan pada tempatnya. Heh.
Masalah akan meraksasa tatkala kita ciut sebelum melawannya. Jadi buat apa saya bikin setan girang dengan kegelisahan saya, ah ini baru masalah biasaaaa...! Masalah di depan masih banyak yang harus diselesaikan tauk! Bahkan mungkin lebih berat! Dan lebih urgen. Makanya saya berani mereduksikan nilai masalah baru ini.
Beberapa jam kemudian, sms masuk. Tertera di LCD, Abah.
"Dompet kamu diantar orang di rumah di Banjarmasin, abah antar ke Banjarbaru kah?"
AlhamduliLlah.. Dan saya tak perlu merepotkan orangtua karena keteledoran saya sendiri.. Lebih syukur lagi, karena sebelumnya, teman saya yang tadi, nraktir saya makan siang setelah sebelumnya nyeletuk, "Membari maras nyawa nih, unda bayari makan nah.." Haha, whatever you say lah, tengkyu brad!
Yah, bagaimana lagi saya harus bersikap? Mungkin itu yang ingin saya katakan pada teman saya yang mengatakan kalimat di atas tadi. Ia mengatakan kalimat itu setelah mengetahui kondisi saya saat itu. Hari itu memang 'gokil'. Dompet saya, jatuh entah dimana. Klasik lah, di dalamnya ada KTP, SIM, STNK, uang seratus ribuan, KTM. Tak lama, satu insiden terjadi lagi: laptop saya monitornya mati mendadak pas dipakai ngetik. Saya utak-atik tombol on-offnya, gak mau nyala-nyala juga. Yah, padahal ini minggu-minggu ujian. Dimana laptop adalah seakan nyawa, semua materi-slide kuliah dosen ada di dalamnya. Seandainya flashdisk bisa dicolok ke tipi 14 in biasa di kontrakan, lalu menjalankan program Microsoft power point mungkin tidak terlalu masalah. Tapi kamu pun tahu mana bisa tipi biasa bisa. Begitu juga kompor minyak butut di dapur kami.
Dan saya katakan itu pada teman satu kontrakan saya. Jangan salah paham, kami bukan berarti kumpul kebo walau tinggal di bawah satu atap. Saya cowok, mereka juga cowok. Ih, mana mungkin eyke kayak gitu!
Saya menceritakannya dengan maksud, kalau-kalau teman saya itu ada liat tuh dompet. Ternyata tidak. Saya tertawa setelah sedikit berbasa-basi standar, "Gitu ya, wah gimana nih?", lalu rebahan. Keluarlah kata-katanya sebagaimana tadi. Saya ingin menampakkan kepanikan saya, tapi saya tak pandai akting. Ya, sebab saya memang merasa santai saja.
Ada yang pernah bilang ke saya, kalau saya ini terlalu gampang menyederhanakan sesuatu. Semuanya, atau kalau tidak, kebanyakan selalu saya hadapi dengan kata-kata 'santai saja'. Memang ada akhirnya beberapa ketidakprofesionalan dalam menjalani suatu proses, setelah saya bersikap seperti itu. Mungkin karena santai yang bukan pada tempatnya. Heh.
Masalah akan meraksasa tatkala kita ciut sebelum melawannya. Jadi buat apa saya bikin setan girang dengan kegelisahan saya, ah ini baru masalah biasaaaa...! Masalah di depan masih banyak yang harus diselesaikan tauk! Bahkan mungkin lebih berat! Dan lebih urgen. Makanya saya berani mereduksikan nilai masalah baru ini.
Beberapa jam kemudian, sms masuk. Tertera di LCD, Abah.
"Dompet kamu diantar orang di rumah di Banjarmasin, abah antar ke Banjarbaru kah?"
AlhamduliLlah.. Dan saya tak perlu merepotkan orangtua karena keteledoran saya sendiri.. Lebih syukur lagi, karena sebelumnya, teman saya yang tadi, nraktir saya makan siang setelah sebelumnya nyeletuk, "Membari maras nyawa nih, unda bayari makan nah.." Haha, whatever you say lah, tengkyu brad!
Diposting oleh
Adit Ahmad
di
6/28/2011 06:10:00 PM
0
komentar
Kirimkan Ini lewat Email
BlogThis!
Bagikan ke X
Berbagi ke Facebook
.
Jumlah yang Nyangkut
Corong Revolusi
Ekspresikanlah
Para Guru
Kutipan dari Langit
Hitungan Mundur
Detak-detik
Kicau
Diberdayakan oleh Blogger.
Follower
Mengenai Saya
- Adit Ahmad
- Hanya manusia biasa dengan misi pembebasan. Ingin mencoba berkontribusi untuk revolusi yang insya Allah pasti terjadi nanti. Masih dalam tahap belajar tentu, mencoba terus berkarya dalam segala keterbatasan.