Pages

Selasa, 14 Januari 2014

Kerinduan

Ada banyak hal yang dirindukan dalam kehidupan. Saya rindu tempat, yakni 2 kota besar Makkah dan Madinah. Saya merindukannya, ketika mengelilingi Ka'bah, bergerombol bersama jumlah besar manusia yang bertawaf dari berbagai ras dan bangsa, yang berkulit merah hingga hitam. Saya merindukan, ketika berkunjung ke Masjid nabawi, mengenang dengan lebih syahdu beliau saw. Yang mengajarkan banyak hal tanpa harus sosoknya membersamai. Yang dulu dikatai sahirun aw majnun -penyihir bahkan gila- tatkala mengemban al haqq, yang mencintai umatnya hingga selepas hayat. Ya Allah sempatkanlah dalam kala sisa hembusan nafas untuk mampu ke sana.

Saya rindu waktu, di saat aturan Allah Swt diberlakukan seutuhnya dalam menata kehidupan. Saya merindukannya, tatkala diturunkan berkah dari pintu langit dan bumi yang dibuka oleh-Nya. Saya rindu itu, kala umat ini menjadi mercusuar dunia, mencapai keemasan peradaban. Saya merindukannya, nuansa persaudaraan tanpa syak wasangka, dipondasikan oleh aqidah dalam suasana ketaatan. Ketika hidup murni hanya untuk ibadah tak hanya sekedar wacana namun paradigma dalam segala kesempatan. Ketika ketaatan dikondisikan sehingga keshalihan menjadi mainstream tanpa tentangan.

Lalu ya Allah, Engkau yang telah menjadikan segala yang dirindui itu, bahkan yang menjadikan rasa rindu itu sendiri. Bagaimana lagi harus menggambarkan rindu padaMu dalam untaian kata-kata yang serba terbatas?

Kebanggaan

Saya terlalu bangga dengan Islam. Bukan cuma karena Islam memiliki banyak pahlawan yang mengagumkan, manusia-manusia dengan keteladanan begitu agung, dan peradaban-peradaban yang menyejarah. Tapi karena Islam memiliki jawaban-jawaban atas pertanyaan-pertanyaan mendasar nan penting. Jawaban yang memuaskan akal, menentramkan perasaan (an nabhani menambahkan, sesuai dengan fitrah manusia).

Dalam diskusi santai dengan beberapa orang yang saya anggap adik, kami menyimpulkan bahwa proses berpikir memainkan peranan penting agar seseorang dapat tercerahkan dengan Islam (tentu naif jika kami menafikan kemurahan Allah yang Maha Pemurah). Seorang di antara mereka ternyata mengalami pengembaraan pemikiran yang belum pernah saya lakukan, menurut saya jika itu benar maka cukup menakjubkan untuk seusianya.
 

Menyaksikkan berbagai fakta di sekitarnya, ia berpikir bahwa ada yang mulai tidak beres dengan dunia ini. Ia mencari jawaban, pertama kali ia lahap buku yang membahas nazi & pemikiran Hitler yang menurutnya menarik. Ada titik dimana ia tidak puas, maka ia kembali mengembara hingga sampai pada sosialisme, dan kemudian di penghujung sekolah menengah ia terperangah dengan konsep neoliberalisme. Saat ini ia mengakui, dalam pandangan saya ia mengakui dengan tulus bahwa jawaban dari Islam adalah yang paling menentramkannya.

Lain kisah, semoga benar apa yang disampaikan sahabat saya ini, mengenai perubahan seseorang yang pernah saya berinteraksi dengannya. Waktu itu di sebuah forum ia mengajak kami berpikir apakah agama bagian dari budaya atau tidak. Sosok yang saya hormati, yang sempat mengaku sering dijuluki neomarxist itu menghentikan suara saya saat berusaha menerangkan bukti bahwa Qur'an berasal dari Allah secara logis. 2-3 tahun berselang, bapak itu mengakui bahwa Islam adalah jawaban paling tepat atas segala permasalahan, jauh di atas berbagai ideologi maupun konsep lain. Beliau sering tersentuh akhir-akhir ini dalam merenungi ayat-ayat Qur'an, mencintainya, mengaku belajar mengaji & selalu membawa-bawa buku ajar tajwid.

Saya memang bukan seperti orang-orang hebat ini. Tapi saya tetap bersyukur menemukan Islam lebih dulu sebelum tamasya pikiran menyinggahi berbagai konsep bisa jadi akan membuat saya tercantol lebih dulu di dalamnya. Kebanggaan saya terhadap Islam, setelah mengenal berbagai konsep lain, bukannya berkurang namun semakin bertambah. Meski saya bukan kutu buku yang senang menggerogoti buku-buku induk sosialisme & kapitalisme, sehingga belum bisa dibilang saya memahami keduanya secara menyeluruh, tapi entah kenapa saya yakin, bilapun saya memahaminya, tetap saja kebanggaan ini takkan pudar.
 

Tapi tentu Islam bukan sekedar untuk dibangga-banggakan seperti halnya barang mewah yang jika dipamer-pamerkan membuat pemiliknya merasa hebat. Islam harus diterapkan, untuk diri sendiri, orang lain & masyarakat. Jika tidak kebanggaan hanyalah omong kosong. Saat ini, saya memang sangat bangga dengan Islam. Namun bagi sesiapa yang belum merasakan kebanggaan ini, janganlah menghakimi Islam dengan melihat banyaknya ketidaksempurnaan pada diri pemeluknya termasuk saya. Karena kebenaran suatu ajaran dilihat dari apa yang diajarkannya bukan dari siapa yang memeluknya.

Minggu, 12 Januari 2014

Takdir & Doa

Seorang anak laki-laki berusia 14 tahun dirawat di rumah sakit, bangsal anak, dengan diagnosis malaria serebral disertai black water fever. Pasien ini datang dengan kesadaran yang sudah menurun setelah kejang di rumah, tubuhnya berwarna pucat kekuningan akibat hancurnya secara masif sel darah merah yang dihinggapi si parasit malaria, yang itu juga menyebabkan kencingnya kecokelatan karena sisa-sisa penghancuran sel darah tersebut dikeluarkan lewat urine.

Secara teoritis dengan berbagai indikator yakni hasil lab & keterlibatan organ vital, diperkirakan prognosisnya buruk. Beberapa konsulen juga berpendapat demikian mengacu dari pengalaman. Malam dimana kami menerima pasien itu di bangsal, kami meminta doa kepada teman-teman sejawat melalui grup jejaring agar Allah berkenan menyembuhkan. Dokter spesialis mengarahkan untuk memberi terapi sesuai protap.

AlhamduliLlah terjadi perbaikan signifikan dan sekitar 1 minggu lebih pasien diperbolehkan pulang. Yang bisa diambil dari pengalaman ini?


Mutlak hanya Allah yang menyembuhkan. Dokter berusaha sesuai kaidah kausalitas, dengan keilmuannya menggunakan segala bahan yang telah ditakdirkan Allah memiliki manfaat khusus, sebagaimana api berkhasiat membakar maka artemisinin (dan golongannya dalam hal ini artemeter) berkhasiat membunuh parasit malaria.

Lalu seperti makna dari sebuah hadist (yang karena keterbatasan ilmu saya lupa lebih spesifik teks lengkap beserta perawinya), muslim yang mendoakan saudaranya tanpa sepengetahuan saudaranya itu, doanya akan memiliki peluang jauh lebih besar untuk dikabulkan.

Dan terus berusaha saat kemampuan masih mumpuni selalu diperlukan. Karena menyerah seakan-akan bisa mendahului takdir itu tidak sopan. 

Konsekuensi

mengetahui kekurangan sendiri adalah satu langkah lebih maju utk menuju perbaikan diri

tahu bahwa diri lemah. malas. cengeng. pelupa. egois. bodoh. dan sebagainya.

namun apakah cukup membiarkan diri kita tahu saja tentang kekurangan itu? dan menjadi legitimasi/pembenaran untuk menolak suatu tanggungjawab?

padahal kita bagaimanapun kelak akan diberikan tanggungjawab tersebut, sesuai pilihan jalan hidup yang kita ambil ini.

bukankah ada kesempatan untuk kita mengubah diri kita? kita tidak bisa terus menerus menjadi cengeng, lemah, malas, bodoh, egois, sementara pilihan jalan hidup kita menuntut untuk menyingkirkan, minimal meminimalisir hal-hal tersebut. kita berusaha semaksimal mungkin sembari memelas kepada Allah agar memudahkan usaha kita dan mengampuni kita.

setiap orang memiliki kelebihan dan kekurangannya masing-masing. namun jika kita memilih untuk mengemban tanggungjawab yg besar, cita-cita yang memerlukan pengorbanan, konsekuensinya kita harus siap. ya harus siap.

Persiapan

Di sebuah jalan yang siang itu aspalnya digilas oleh motor saya, terdapat satu kerumunan di pinggiran jalan. Tertera papan pengumuman undangan resepsi pernikahan. Dimulailah hidup baru bagi kedua pasangan.

Sementara tak jauh kemudian. Bendera hijau berkibar terpasang di depan gang. Satu papan kecil di mana satu nama terpampang. Berakhirlah kehidupan, penanda dimulai pula kehidupan baru bagi yang berpulang.

Pertanyaannya bukan (cuma) kapan tapi apa yang sudah dipersiapkan.

The War

Kata adalah senjata. Maka suara adalah badik, megaphone menjadi meriam dan mimbar bebas itu pentas seni yang radikal. Pena bisa jadi pedang, media massa mungkin setara C4 dan buku-buku itu gudang mesiu rintisan peradaban. Pemikiran adalah jenderal yang menggerakan kesemuanya. Manusia boleh mati, tapi lantangnya orasi dan hangatnya diskusi akan terus terngiang terpatri dalam pikiran dan hati. Jasad boleh terkubur di perut bumi namun karya akan membuat batas usia terlampaui. 

Perang pemikiran adalah medannya. Menghadiri halqah dan majlis-majlis ilmu itu upaya mengokang pelurunya. Musuh ganas menghadang, mata liarnya mengintai, bibir berdesis menyeringai dan pilihannya kita membunuh atau terbunuh. Dan sosialisme telah menyatu dengan tanah dan kapitalisme sudah terluka parah. Dan Allah SWT akan menolong mereka yang menolong diinNya. Dan Allah SWT akan menyempurnakan cahayaNya meski orang-orang musyrik tak menyukai.

Kebaikan sekecil apapun akan dibalas, pun keburukan. Maka WS Rendra menyahut bahwa perjuangan adalah pelaksanaan kata-kata. Dan Allah SWT memurkai perkataan yang tak sejalan dengan tindakan. Dan Allah SWT Maha Benar yang kekuasaanNya meliputi segala sesuatu.

(Mencoba menulis di blog kembali, sedikit-sedikit boleh kan daripada nggak sama sekali :D)

.